Selasa, 22 Juli 2008

ICT Bukan Proyek Mercusuar

Mengingat banyaknya tanggapan miring dari berbagai pihak, termasuk anggota DPRD Kota Pangkalpinang, maka Tim ICT Kota Pangkalpinang melakukan sosialisasi secara intensif dengan antara lain memanfaatkan massmedia, yang salah satu contoh berupa wawancara dengan Wartawan Metro yang disajikan dalam tulisan berikut yang juga dapat dibaca pada, http://metrobangkabelitung.wordpress.com/category/metro-pendidikan/

Baca Selengkapnya......

Senin, 14 Juli 2008

RENSTRA PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN


Secara nasional ada 3 pilar kebijakan pendidikan yaitu; Pertama, Peningkatan akses, Kedua Peningkatan Mutu dan Relevansi, Ketiga Penatakelolaan dan pencitraan publik. Kota Pangkalpinang telah sukses dalam pelakasanaan program wajar 9 dan 12 tahun, sehingga prioritas program pada peningkatan mutu.


BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Dalam rangka percepatan kemajuan pembangunan dalam semua sektor, dibutuhkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas. Untuk menciptakan SDM yang berkualitas dibutuhkan pendidikan dan sektor pendidikan perlu dibangun dengan baik. Oleh karena itu pendidikan merupakan salah satu sektor prioritas dalam pembangunan. Paling tidak ada 3 (tiga) fungsi pendidikan dalam pembangunan yaitu; mencerdaskan kehidupan bangsa, menyiapkan tenaga kerja terdidik, terampil dan terlatih serta sebagai sarana menyiapkan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Peran pendidikan tidak hanya dalam menyiapkan manusia yang berkualitas, tetapi juga memberikan kontribusi yang sangat bermakna terhadap tingkat keuntungan ekonomi (rate of return) yang tinggi. Menurut Mc. Machon dan Boediono bahwa keuntungan dalam investasi pendidikan lebih tinggi dari pada investasi dalam fisik dengan perbandingan rata-rata 15,3 % : 9,1 %. Ini berarti bahwa investasi dalam pendidikan merupakan upaya yang menguntungkan baik secara sosial maupun ekonomis. (Mc. Machon dan Boediono, 1992).
Tenaga Kerja (SDM) pada industri maju, memberikan kontribusi yang sangat menonjol bahkan paling tinggi dibandingkan dengan faktor-faktor produksi lainnya seperti modal dan teknologi. Di Korea umpamanya mencapai 90 %, Amerika Serikat 32 %, Jepang 21 %. Dengan demikian, Tenaga Kerja produktif atau SDM yang berkualitas begitu penting dan itu hanya akan dicapai dengan pendidikan.
Banyak studi melaporkan bahwa pendidikan mempunyai peranan yang sangat besar dalam pembangunan, khususnya dalam pertumbuhan ekonomi. Sektor pendidikan secara akumulatif dengan sektor lainnya memberikan kontribusi sekitar dua pertiga terhadap terjadinya pertumbuhan ekonomi. (Laporan Bank Dunia).
Kota Pangkalpinang telah dinyatakan tuntas Wajib Belajar Pemdidikan Dasar 9 Tahun dan Telah mencanangkan Wajib Belajar Pendidikan Menengah 12 Tahun. Indikator utama ketuntasan adalah Angka Partisipasi Kasar (APK) yang pada tahun 2004/2005 untuk SD/MI telah mencapai 114,67, SMP/MTs 110,89 dan SM/MA 113,43. (Profil Pendidikan Kota Pangkalpinang 2005/2006).
Itu artinya bahwa semua anak usia pendidikan dasar (6 – 12 tahun dan 13 - 15 tahun) dan pendidikan menengah 16 – 19 tahun telah tertampung pada pendidikan formal maupun nonformal (Paket A, B dan C setara).
Dengan demikian kebijakan dan program pendidikan ke depan akan diprioritaskan pada peningkatan mutu pendidikan, baik mutu masukan, proses maupun mutu keluaran.






B. MAKSUD DAN TUJUAN

B.1. Maksud
Maksud penulisan ini adalah untuk merumuskan rencana yang terarah, sitematis dan berkesinambungan tentang pembangunan pendidikan, khususnya peningkatan mutu, selama (5) lima tahun sesuai dengan visi dam misi daerah selama lima tahun.
B.2. Tujuan
B.2.1. Merumuskan visi, misi, tujuan dan sasaran pendidikan sesuai dengan visi dan misi daerah serta permasalahan dan kebutuhan makro dan mikro sektor pendidikan di Kota Pangkalpinang
B.2.2. Merumuskan Strategi, Kebijakan, Program dan Kegiatan berdasarkan analisis kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman organisasi atau sektor pendidikan.


C. RUANG LINGKUP PEMBAHASAN

C.1. Ruang Lingkup Wilayah
Ruang lingkup wilayah perencanaan adalah Wilayah Adiministrasi Kota Pangkalpinang dengan luas wilayah 89,40 Km2 terdiri dari lima kecamatan dan 35 kelurahan.
C.2. Ruang Lingkup Materi
Tulisan ini menguraikan tentang perencanaan pembangunan sektor pendidikan, khususnya mengenai peningkatan mutu pendidikan di semua jenis dan jenjang pendidikan

D. PENJELASAN JUDUL
Sehubungan dengan pemberian judul tulisan ini “Rencana Strategis Peningkatan Mutu Pendidikan Kota Pangkalpinang Tahun 2007-2011” maka beberapa hal perlu dijelaskan antara lain;
 Sesuai dengan Undang-undang 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) Bab I Pasal 1 Ayat 7 menyatakan bahwa RPJM Satuan Kerja Perangkat Daerah disebut Rencana Strategis (Renstra) SKPD. Dengan demikian RPJM Sektor sebenarnya itulah Renstra yang disusun oleh setiap Dinas, Kantor dan Badan di Daerah.
 Namun demikian, kalau Renstra SKPD dalam hal ini Dinas Pendidikan seyogianya mencakup semua aspek pendidikan yang secara garis besarnya sering disebut pilar kebijakan dan program pembangunan pendidikan yang terdiri dari Peningkatan Akses, Peningkatan Mutu dan Relevansi serta Penatakelolaan, Akuntabilitas serta Pencitraan Publik, maka Renstra dalam tulisan ini hanya menyangkut Mutu Pendidikan.
 Hanya menyangkut mutu pendidikan, karena Kota Pangkalpinang tidak lagi berbicara akses, mengingat APK Pendidikan Dasar dan Menengah telah mencapai 100 % bahkan lebih, yang artinya telah tuntas Wajib Belajar Dikdas 9 Tahun dan bahkan telah mencanangkan Wajar Dikmen 12 Tahun.
 Dalam tulisan ini juga tidak banyak mengacu pada Renstra Dinas Pendidikan yang sudah ada, karena dalam beberapa bagian mengedepankan kajian akademik dan beberapa bagian lain yang terkait program penting masih banyak yang seharusnya ada tetapi belum terakomodir dalam Renstra Dinas Pendidikan.
 Program-program pendidikan baik di pusat maupun di daerah yang ada selama ini, berorientasi pada pembidangan organisasi atau jenis dan jenjang pendidikan tertentu seperti; Program Pendidikan Dasar, Program Pendidikan Nonfromal dan sebagainya, tetapi pada tulisan ini betul-betul berorientasi kajian program sehingga lebih rinci baru kemudian dapat diterjemahkan oleh masing-masing unit pelaksana teknis.


E. KONDISI UMUM KOTA PANGKALPINANG
Salah satu faktor yang sangat penting dalam proses perencanaan adalah kondisi yang ada saat ini (current condition) sebagai pertimbangan pengambilan kebijakan pada masa depan. Pada bagian ini, akan dijelaskan kondisi dan analisis beberapa aspek dalam pembangunan Kota Pangkalpinang yang sangat berkaitan dengan perencanaan pendidikan.antara lain yaitu;
E. 1. Keadaan Fisik
Secara geografis Kota Pangkalpinang ini terletak pada 106º 4’BT sampai 106º 7’BT dan 204’ LS sampai dengan 2º10’ LS dengan luas wilayah 89,40 Km2. Lokasi Kota Pangkalpinang berada di bagian tengah Pulau Bangka di tepi Pantai Timur yang berbatasan dengan Laut Natuna (Laut Cina Selatan). Dengan demikian Kota Pangkalpinang mempunyai lokasi yang berdekatan dengan kota Sungai Liat sebagai Ibukota Kabupaten Bangka dengan jarak 30 Km, sedangkan untuk menuju Ibukota Provinsi Sumatera Selatan harus menyeberang laut (Selat Bangka), maka wajarlah apabila Kota Pangkalpinang ini berperan sebagai orientasi geografis bagi kota-kota di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
Gambar 1.1
Peta Kota Pangkalpinang
Sumber: Bappeda Kota Pangkalpinang

Kota Pangkalpinang mempunyai batas administrasi kota sebagai berikut :
- Sebelah Utara : Kecamatan Baturusa Kabupaten Bangka
- Sebelah Barat : Kecamatan Petaling Kabupaten Bangka
- Sebelah selatan : Kecamatan Sungai Selan dan Payung Kabupaten Bangka.
- Sebelah Timur : Laut Natuna
Kota Pangkalpinang terbagi 5 kecamatan yaitu Kecamatan Taman Sari dengan luas wilayah 1,33 Km2 , Pangkalbalam dengan luas wilayah 6,56 Km2, Rangkui dengan luas wilayah 7,87 Km2 dan Kecamatan Bukit Intan dengan luas wilayah 36,54 Km2 dan Kecamatan Gerunggang 37,1 Km2 .
Keadaan administrasi Kota Pangkalpinang memiliki 5 kecamatan ini dinilai cukup baik dalam rentang kendali pemerintah.
Kota Pangkalpinang merupakan pemerintah kota otonom dalam tata pemerintahan di Indonesia yang dipimpin oleh seorang Walikota dan dibantu satu orang Wakil Walikota serta Sekretaris Daerah yang dibantu oleh dua orang Asisten. Dengan luas wilayah terkecil di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, yaitu sekitar 89,4 km2, Kota Pangkalpinang secara administratif wilayahnya terbagi menjadi lima kecamatan dan 35 kelurahan. Detail nama kecamatan dan jumlah kelurahan di setiap kecamatan dapat ditunjukkan pada Gambar berikut ini:
Gambar 1.2
Nama Kecamatan dan Jumlah Kelurahan di Kota Pangkalpinang


Diolah dari Buku Pangkalpinang Dalam Angka 2005

Kota Pangkalpinang termasuk berikilim tropis dimana pengaruh angin laut sangat besar, temperatur maksimal pada siang hari 30ºC dan pada malam hari 15ºC dengan curah hujan rata-rata pertahunnya mencapai 2.500 mm dengan curah hujan maksimal terjadi pada bulan Desember. Angin bertiup umumnya bergerak dari arah timur pada siang hari dan dari arah barat pada malam hari. Kecepatan angin terbesar pada bulan Februari yaitu 315 Km/jam.
Kota Pangkalpinang memiliki kondisi topografi relatif datar, dengan kelandaian rata-rata 0 sampai 15%, hanya di beberapa tempat yang topografinya bergelombang dan berbukit bukit yaitu di bagian Barat dan Selatan. Hal ini sangat mendukung untuk pengembangan kota. Ketinggian tanah umumnya rendah yaitu berkisar 15 sampai 30 m di atas permukaan laut, hanya sebagian kecil yang memiliki ketinggian di atas 30 meter dari permukaan laut yaitu sekitar Bukit Giri, Bukit Merapin dan Bukit Baru.

E.2. IPM Kota Pangkalpinang
Ukuran pembangunan manusia secara umum dapat dijelaskan dalam bentuk indikator Indeks Pembangunan Manusia (IPM). IPM atau HDI (Human Development Index) merupakan indikator yang dikembangkan oleh United Nation Developmnet Program (UNDP) yang terdiri dari tiga dimensi, yaitu ketahanan hidup atau kesehatan, pencapaian pendidikan serta pendapatan perkapita masyarakat. Untuk kasus Indonesia, hasil survey ini merupakan kerjasama dari UNDP, Bappenas dan BPS serta perguruan tinggi. Nilai IPM Kota Pangkalpinang jika dibandingkan dengan kabupaten lain di Provinsi Bangka Belitung dan rata-rata nasional relatif lebih tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa pembangunan sumber daya manusia di Kota Pangkalpinang relatif lebih baik. Pembangunan sumber daya manusia Kota Pangkalpinang relatif lebih baik dibandingkan dengan rata-rata Provinsi Kep. Bangka Belitung dan nasional yang ditunjukkan dengan nilai IPM.


Detail mengenai nilai IPM Kota Pangkalpinang dan komponen perhitungan HDI tersebut dapat ditunjukkan pada Tabel berikut ini:

Tabel 1.1
IPM Kota Pangkalpinang, Kabupaten Bangka, Kabupaten Belitung, Provinsi Bangka Belitung dan Indonesia, Tahun 1999 dan 2002
Daerah Harapan hidup Angka melek huruf Rata-rata lama sekolah Pengeluaran riil perkapita yang disesuaikan IPM Peringkat IPM
1999 2002 1999 2002 1999 2002 1999 2002 1999 2002 1999 2002
Bangka 66.40 66.26 87.67 89.83 5.98 5.85 575.20 588.37 63.50 64.81 171 211
Belitung 66.90 66.77 93.51 94.45 6.68 6.92 579.20 584.18 65.90 66.59 98 156
Pangkalpinang 68.30 68.16 93.38 95.18 7.85 8.81 585.10 593.06 68.00 69.61 58 71
Prov.Bangka Belitung 65.58 91.75 6.55 588.19 65.37 20
Nasional 66.20 66.21 88.40 89.55 6.70 7.06 578.80 591.19 64.30 65.83
Sumber: Laporan Pembangunan Manusia Indonesia, 2005

Dari tabel di atas terlihat bahwa kinerja pembangunan manusia di Kota Pangkalpinang relatif baik, terlihat dari peringkat yang sangat tinggi nilai IPM Kota Pangkalpinang pada tahun 2002 yaitu peringkat 71 dari 341 Kabupaten/Kota. Jika dibandingkan dengan peringkat tahun 1999 memang mengalami penurunan, namun jumlah kabupaten/kota sebagai sampel pada tahun 1999 juga relatif sedikit yaitu sebanyak 294 Kabupaten/Kota. Sedangkan pada tahun 2006 IPM Kota Pangkalpinang menjadi 74.2 yang berarti tergolong kriteria menengah ke atas.

E.3. Kependidikan
Salah satu sektor yang mempunyai kontribusi terhadap perhitungan IPM adalah pembangunan pendidikan. Dalam kasus otonomi daerah di Indonesia, tanggung jawab pemerintahan daerah bidang pendidikan ini difokuskan pada pendidikan dasar dan menengah. Salah satu faktor yang juga menentukan keberhasilan pembangunan bidang pendidikan di Kota Pangkalpinang adalah ketersediaan fasilitas pendidikan seperti bangunan sekolah, ruang kelas, jumlah guru serta indikator kelayakan proses pendidikan salah satunya ditunjukkan dengan rasio jumlah murid terhadap 1 orang guru. Ketersediaan fasilitas pendidikan serta indikator kelayakan pendidikan adalah faktor kunci yang menentukan keberhasilan pendidikan di Kota Pangkalpinang
Gambaran tentang perkembangan sarana pendidikan di Kota Pangkalpinang dapat ditunjukkan pada Tabel

Tabel 1.2
Jumlah Sekolah, Guru, Murid dan Rasio Murid terhadap Jumlah Guru Kota Pangkalpinang Tahun 2004

Jenjang Pendidikan Jumlah Sekolah Jumlah Guru Jumlah Murid Rasio Murid thd Guru
Negeri Swasta Negeri Swasta Negeri Swasta Negeri Swasta
Sekolah Dasar 68 12 773 113 13568 3305 17.55 29.25
SLTP 10 11 274 152 5730 2285 20.91 15.03
Sekolah Menengah Umum 4 8 158 181 2634 2700 16.67 14.92
Sekolah Menengah Kejuruan 4 7 194 192 2409 2570 12.42 13.39
Total 86 38 1399 638 24341 10860 17.40 17.02
Sumber: Diolah dari Buku Pangkalpinang dalam Angka, 2005

Tabel di atas menginformasikan relatif baiknya pelayanan bidang pendidikan di Kota Pangkalpinang. Hal ini terlihat dari rasio jumlah murid terhadap jumlah guru yang relatif kecil sehingga proses belajar dan mengajar dapat dilakukan secara efektif. Meskipun demikian, selain faktor kuantitas, faktor kualitas pendidikan hendaknya mendapatkan perhatian dari pemerintah daerah sehingga generasi muda Kota Pangkalpinang dapat bersaing dengan generasi muda yang berasal dari daerah lain di Indonesia.
Dari data di atas akan makin membaik pada tahun berikutnya yaitu 2006 yang nanti akan terlihat pada bagian pembahasan berikutnya.
E.4. Tingkat Kesejahteraan Masyarakat
Di lihat dari tingkat kesejahteraan keluarga di Kota Pangkalpinang, secara relatif memiliki tingkat kesejahteraan yang lebih baik. Sebagian besar keluarga di Kota Pangkalpinang dikategorikan sebagai keluarga Sejahtera III. Distribusi keluarga di Kota Pangkalpinang menurut klasifikasi tingkat kesejahteraannya berdasarkan data BKKBN Kota Pangkalpinang dapat ditunjukkan pada Gambar berikut ini:
Gambar 1.3
Distribusi Keluarga di Kota Pangkalpinang berdasarkan Kategori Tingkat Kesejahteraan Tahun 2004



Sumber: Hasil Pengolahan Dari Buku Pangkalpinang Dalam Angka 2005

E. 5. ISSU-ISSU STRATEGIS
1. Anggaran Pendidikan tidak proporsional
Masalah anggaran pendidikan sudah menjadi issu nasional yang berkembang sejak kurun waktu yang relatif lama, tetapi baru mulai mendapat perhatian yang lebih serius setelah adanya ketentuan undang-undang, khususnya UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Bab XIII yang mengatur tentang pendanaan pendidikan. Pada Pasal 49 ayat 1 secara tegas menyatakan bahwa ”Dana pendidikan selain gaji pendidik dan pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20 % dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Di Kota Pangkalpinang anggaran pendidikan telah ditingkatkan secara signifikan dari tahun ke tahun sejak tahun 2003 dengan alokasi 9 % dari total APBD diluar gaji Guru dan Pendidikan Kedinasan dan secara berturut-turut meningkat menjadi 11 % pada tahun 2004, 17 % tahun 2005, 19 % tahun 2006 dan 24 % pada Tahun 2007 yang kalau digabung dengan gaji guru dan pendidikan kedinasan bahkan telah mencapai 35 %.
Hal itu akan menjadi lebih tinggi bila ditambahkan dengan dana yang bersumber dari APBD Propinsi Kepulauan Bangka Belitung dan APBN, dimana pada tahun 2005 ditandatangani MoU untuk penyediaan anggaran pendidikan dalam rangka peningkatan sarana prasarana pendidikan dasar dengan komposisi 50 : 25 : 25 yang terdiri dari APBN, APBD Propinsi dan APBD Kota.
Dengan demikian sebenarnya pengalokasian anggaran pendidikan di Kota Pangkalpinang sudah cukup memadai, hanya proporsinya terlalu fokus pada aspek fisik bangunan dan sarana pendidikan lainnya, kurang menyentuh kegiatan-kegiatan nonfisik yang bersifat peningkatan mutu SDM baik aparatur di jajaran pendidikan, guru maupun tenaga kependidikan di sekolah maupun peserta didik. Proporsi fisik mencapai kisaran 60 – 72 % setiap tahun.

2. Wajib Belajar Pendidikan 9 dan 12 Tahun
Wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun secara nasional ditargetkan pada tahun 2008 akan mencapai ketuntasan. Tetapi untuk Kota Pangkalpinang sejak tahun 2002/2003 telah dinyatakan tuntas dengan Angka Partisipasi Kasar (APK) SD/MI 111,01 dan SMP/MTs 118,05. Untuk pendidikan menengah 12 tahun pada tahun 2004/2005 dengan APK SM mencapai 138,36, sehingga juga telah mengalami ketuntasan yang dikuatkan dengan Keputusan Gubernur Kepulauan Bangka Belitung Nomor 1888.44/78/P dan K/2005.
Ketuntasan wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun dan pendidikan menenngah 12 tahun, sering kali menimbulkan pertanyaan kalau dikaitkan dengan Kota Pangkalpinang sebagai ibu kota propinsi yang cukup menarik minat masyarakat kabupaten lain yang beromisili di sekitar untuk beraktifitas dan mendapat pelayanan sosial seperti; pendidikan dan kesehatan. Disamping faktor pelayanan dan kelengkapan prasarana dan sarana yang biasanya lebih lengkap juga letak geografis atau kemudahan akses mereka mencapai Kota Pangkalpinang dibandingkan dengan apa yang ada atau ke fasilitas yang ada di kabupaten di mana mereka berdomisili. Itu artinya ada kemungkinan tingginya APK sampai melebihi 100 % adalah disebabkan oleh faktor anak-anak luar kota yang bersekolah di Pangkalpinang. Dengan kata lain ada anggapan bahwa bisa saja anak-anak yang tidak sekolah di Pangkalpinang tertutupi oleh anak luar yang bersekolah di Pangkalpinang


Untuk itu dalam melihat ketuntasan wajib belajar seyogianya tidak hanya dengan melihat APK atau APM, tetapi paling tidak dilengkapi dengan angka putus sekolah dan Angka Partisipasi Sekolah dan data anak-anak yang bukan berasal dari Pangkalpinang. Hal ini bukan dimaksudkan sebagai diskriminasi warga didik, tetapi untuk betul-betul mengukur ketuntasan wajib belajar suatu daerah.

3. Rendahnya Kesejahteraan Guru
Kesejahteraan guru selalu hanya diukur dari gaji atau tunjangan yang diperoleh atau indikator-indikator ekonomi. Padahal kesejahteraan sesungguhny adalah akumulasi dari suasana psikologi yang dimiliki seseorang berupa rasa cukup, nyaman, aman, damai dan tenang dalam kehidupan dilingkungan kerja dan dalam keluarga dan lingkungan masyarakat pada umumnya.
Walaupun demikian harus diakui bahwa pendapatan guru memang masih harus diperhatikan, sama dengan pegawai pada umumnya, yang memang masih perlu ditingkatkan. Kemampuan ekonomi atau pendapatan akan mempengaruhi kinerja seorang guru atau pegawai, sehingga tidak jarang ada anggapan bahwa rendahnya mutu pendidikan akibat rendahnya kinerja guru dan rendahnya kinerja guru akibat guru masih harus memikir kerja sampingan untuk mencukupi kebutuhannya.




4. Rendahnya kualifikasi akademik Pendidik dan Tenaga Kependidikan
Jumlah pendidik (guru) negeri dan swasta di Kota Pangkalpinang sampai tahun 2006 adalah 2.229 orang terbanyak diantaranya adalah guru SD yaitu 975 orang atau sekitar 42,41 % dan selengkapnya dapat dilihat pada gambar berikut;
Gambar 1.4
Komposisi Jumlah Guru

Sumber: Hasil Pengolahan dari Pangkalpinang Dalam Angka 2006

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, bahwa Pendidik pada PAUD, SD/MI.SMP/MTs, SMA/MA, SDLB/SMPLB/SMALB maupun SMK/MAK harus memiliki kualifikasi akademik minimum D-IV atau Sarjana (S1). Dari sejumlah 2.229 guru tersebut baru sebagian kecil yang telah memenuhi standar kualifikasi pendidik yang selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut;
Tabel 1.3
Kualifikasi Pendidikan Guru

NO JENJANG PENDIDIKAN JUMLAH GURU BERIJAZAH
DIV/S1 PERSENTASE
1 TK 156 7 4.49
2 SD 975 47 4.82
3 SMP 458 213 46.51
4 SMA 332 258 77.71
5 SMK 378 261 69.05
JUMLAH 2.229 786 34.19
Sumber: Hasil pengolahan dari Pangkalpinang Dalam Angka 2006
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa pendidik di tingkat TK paling banyak yang belum memenuhi standar kualifikasi minimum, disusul SD dan secara keseluruhan pendidik baru mencapai 34.19 %.

5. Teknologi Komunikasi dan Informasi dalam Pendidikan
Kemajuan dan pemanfaatan Teknologi Komunikasi dan Informasi (ICT) dalam berbagai aspek kehidupan dan sektor pembangunan makin pesat dan mengglobal, sebagai lembaga yanng melakukan pembinaan terhadap SDM, maka pendidikan harus mampu bukan saja menyesuaikan tetapi harus menguasai dan memanfaatkan dalam proses pembelajaran.
Alvin Toffler (Futurolog terkemuka AS) menyebut dengan istilah ”the third wave” (gelombang ketiga) perkembangan dunia akan ditandai dengan kemajuan teknologi komunikasi dan informasi dimana masyarakat akan terbagi 2 (dua) kelompok yaitu masyarakat cepat yaitu yang mampu dan terampil menyerap dan mendistribusikan dan mengambil manfaat informasi dan ke 2 sebaliknya masyarakat yang lambat yang dalam istilah sekarang disebu ”gaptek”.
Dalam rangka penguasaan teknologi informasi dan komunikasi, diperlukan pembangunan dan pengembangan hardware (teknologi), software (perangkat aturan) dan ”brainware” (SDM).

6. Terbatasnya Sarana Prasarana Pendidikan
Keterbatasan sarana prasarana mengandung pengertian kurangnya ketersediaan dan atau kurangnya kualitas. Di Kota Pangkalpinang keterbatasan prasarana lebih pada kurangnya kualitas. Dalam arti ketersediaan gedung untuk menampung jumlah siswa sudah terpenuhi, tetapi sebagian masih memerlukan perbaikan ringan atau berat dan pemeliharaan rutin. Sedangkan untuk sarana apakah itu perabot, peralatan pendidikan, media pendidikan, tempat olahraga dan sebagainya masih harus ditambah jumlahnya dan ditingkatkan kualitasnya.








BAB II
PERENCANAAN PEMBANGUNAN, SEKTOR DAN MUTU PENDIDIKAN

A. Pengertian Perencanaan
Secara sederhana perencanaan dapat dikatakan sebagai kegiatan menetapkan suatu tujuan dan memilih langkah-langkah yang diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut. Untuk kegiatan sederhana yang dilakukan dalam kehidupan sehari-hari pengertian perencaan yang demikian sudah cukup mewakili, tetapi dalam konteks perencanaan pembangunan, maka perencanaan tentu akan lebih luas dan kompleks yang harus mempertimbangkan banyak hal. Oleh karena itu beberapa ahli mendefinisikan perencanaan yang beragam.
Menurut Kamus Manajemen karangan Moekijat (1980) ada beberapa perumusan arti perencanaan diantaranya; 1) Perencanaan adalah hal memilih dan menghubungkan fakta-fakta serta hal membuat dan menggunakan dugaan-dugaan mengenai masa yang akan datang dalam hal menggambarkan dan merumuskan kegiatan-kegiatan yang diusulkan, yang dianggap perlu untuk mencapai hasil-hasil yang diinginkan. 2) Perencanaan adalah suatu usaha untuk membuat suatu rencana tindakan, artinya menentukan apa yang dilakukan, siapa yang melakukan dan di mana hal itu dilakukan. 3) Perencanaan adalah penentuan suatu arah tindakan untuk mencapai suatu hasil yang diinginkan. 4) Perencanaan adalah suatu penentuan sebelumnya dari tujuan-tujuan yang diinginkan dan bagaimana tujuan tersebut dapat dicapai. (Moekijat, 1980: 431 – 432).


Dalam versi lain Robinson Tarigan yang mengutip pendapat Lincolin Arsyad ada empat elemen dasar perencanaan yaitu;
1. Merencanakan berarti memilih
2. perencanaan merupakan alat pengalokasian sumbe daya
3. perencanaan merupakan alat untuk mencapai tujuan dan
4. perencanaan berorientasi ke masa depan
Apa yang dikemukanan di atas lebih melihat perencanaan sebagai suatu teknik atau profesi yang membutuhkan keahlian, ada versi lain yang melihat perencanaan sebagai proses kegiatan kolektif yang harus melibatkan seluruh masyarakat baik secara langsung maupun tidak langsung.
Teori-teori perencanaan baik yang digambarkan dengan pengertian, klasifikasi, kategori maupun pendekatan dari para pemrakarsa, sebenarnya mengalami evolusi. Beberapa ahli melihat teori perencanaan dengan beberapa kategori. Friedman mengembangkan empat kategori yakni teori reformasi sosial, analisis kebijakan, pembelajaran sosial dan mobilisasi. Hudson membagi teori perencanaan ke dalam lima kategori yang meliputi sinoptik, inkremental, transaktif, advokasi dan radikal. Walker mengajukan tiga kategori meliputi inkremental, komprehensif dan struktural. Faludi secara implisit mengkategorikan perencanaan ke dalam dua kategori yang meliputi komprehensif (termasuk rasional komprehensif dan inkremental) dan perencanaan positif. Diantara kategori tersebut ada beberapa kesamaan seperti; kategori transaktif dan radikal Hudson sejenis dengan pembelajaran sosial dan mobilisasi sosial Freidmen. (P. Hadi, 2005 : 24)

Begitu banyak pengertian perencanaan pembangunan namun demikian pada intinya sama dan Conyers & Hill (1994) sebagaimana yang dikutif oleh Lincolin Arsyad, mendefinisikan secara lebih lengkap sebagai ”suatu proses yang berkesinambungan yang mencakup keputusan-keputusan atau pilihan-pilihan berbagai alternatif pengggunaan sumberdaya untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu pada masa yang akan datang. (Arsyad, 1999:19).
Sedangkan berdasarkan Undang-undang No 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, Perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumber daya yang tersedia.

B. Rencana Strategis, Teknis , Jangka Menengah dan Panjang.
Strategi adalah prioritas atau arah keseluruhan yang luas yang diambil oleh organisasi. Strategi adalah pilihan-pilihan tentang bagaimana cara terbaik untuk mencapai misi organisasi.
Rencana Strategis merupakan keputusan-keputusan yang sifatnya fundamental, memberi arah dan berorientasi masa depan dan bertahun-tahun. Sedangkan rencana teknis (operasional) lebih merupakan penjabaran keputusan strategis ke dalam aktfitas sehari-hari yang bersifat jangka pendek atau lebih bersifat merumuskan tindakan apa yang akan dilaksanakan tahun depan. (Michael Allison, 2005: 4 – 6)
Rencana Jangka Menengah dan Panjang adalah sekumpulan keputusan-keputusan yang dilihat secara priodik. Untuk menggambarkan secara lebih lengkap bagaimana persamaan dan perbedaan antara Perencanaan Jangka Panjang dan Rencana Strategis, dapat ditampilkan dalam bentuk tabel yang diadopsi oleh Michel Allison dari; Florence Green, Strategi Planning: Blueprints for Success, California Association of Nonprofits, Februari 1994 sebagaimana pada Tabel berikut;

Tabel 2.1
Perencanaan Jangka Panjang Vs Perencanaan Strategis


Perencanaan Jangka Panjang

Perencanaan Strategis
Melihat masa depan sebagai hal yang bisa diprediksi Melihat masa depan sebagai hal yang tidak bisa diprediksi
Melihat perencanaan sebagai proses priodik Melihat perencanaan sebagai proses terus menerus
Menganggap tren saat ini akan berlanjut Mengharapkan tren baru, perubahan dan kejutan
Menganggap masa depan yang paling mungkin dan menekankan kerja untuk memetakan kejadian dari tahun ke tahun yang diperlukan untuk mencapainya Mempertimbangkan serangkaian masa depan yang dimungkinkan dan menekankan pengembangan strategi berdasarkan penilaian lingkungan orgainsasi
Tanyakan ” Dalam bisnis apa kita sekarang ?” Tanyakan ”Dalam bisnis apa kita seharusnya ? Apakah kita melakukan hal yang benar ?”
Sumber: Michael Allison, 2005 : 6
Dari apa yang dikemukakan di atas antara perencanaan pembangunan berjangka (menengah dan panjangn) dengan perencanaan strategis sebenarnya tidak mempunyai suatu perbedaan prinsip terutama dari segi substansi. Dan hal itu juga akan semakin jelas apabila kita lihat dari perspektif Undang-undang No 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional yang menyebutkan antara lain ” Rencana Pembangunan Jangka Menengah Satuan Kerja Perangkat Daerah, yang selanjutnya disebut Renstra-SKPD, adalah dokumen perencanaan Satuan Kerja Perangkat Daerah untuk periode 5 (lima) tahun”. Di sini jelas bahwa sebenarnya antara Renstra dan RPJM tidak ada perbedaan yang berarti. Oleh karena itu pula judul tulisan ini adalah Rencana Strategis bukan Rencana Jangka Menengah.

C. Alur Perencanaan
Dalam rangka penyusunan perencanaan pembangunan apapun namanya dan tingkat manapun rujukan utamanya adalah Undang-undang nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN). Pada Bab II Pasal 2 disebutkan bahwa SPPN bertujuan untuk;
Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional bertujuan untuk:
a. mendukung koordinasi antarpelaku pembangunan;
b. menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi, dan sinergi baik antardaerah, antar ruang, antarwaktu, antarfungsi pemerintah maupun antara Pusat dan Daerah;
c. menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan pengawasan;
d. mengoptimalkan partisipasi masyarakat dan
e. menjamin tercapainya penggunaan sumber daya secara efisien, efektif, berkeadilan, dan berkelanjutan.


Dalam rangka mencapai tujuan, khususnya menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi, dan sinergi baik antar daerah, antar ruang, antar waktu, antar fungsi pemerintah maupun antara Pusat dan Daerah; serta untuk menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan pengawasan itulah UU 25 Tahun 2004 juga mengamanatkan pengaturan atau alur perencanaan sebagaimana pada gambar berikut;
Gambar 2.1
Alur Perencanaan Pembangunan Daerah











Sumber: Mengacu UU No 25 Tahun 2004

Berdasarkan Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 perencanaan pembangunan di daerah dimulai dengan penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) yang memuat visi, misi dan arah pembangunan daerah yangb meliputi semua sektor dengan mengacu pada RPJP Nasional. RPJP Daerah disusun dengan suatu mekanisme atau alur yang dapat diliustrasikan sebagaimana pada gambar berikut

Gambar 2.2
Alur Penyusunan RPJP Daerah


Berdasarkan RPJP Daerah, maka disusun Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) yang merupakan penjabaran dari visi, misi dan program Kepala Daerah dan mengacu pada RPJP Daerah dan memperhatikan RPJM Nasional yang memuat arah kebijakan keuangan daerah, strategi pernbangunan Daerah, kebijakan umum, dan program Satuan Kerja Perangkat Daerah, lintas Satuan Kerja Perangkat Daerah, dan program kewilayahan disertai dengan rencana-rencana kerja dalam kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat indikatif.
Dengan berpedoman pada RPJM Daerah, maka disusun RPJM Sektor atau yang disebut dengan Rencana Strategis Satuan Kerja Perangkat Daerah disingkat Renstra SKPD yang berisi atau memuat visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan sektor tertentu dalam hal ini sektor pendidikan, dengan alur perencanaan sebagai mana pada gambar berikut;

Gambar 2.3
SKEMA PERENCANAAN DENGAN ANALISIS SWOT



















D. Perencanaan Pendidikan (Sektor)
Perencanaan Pendidikan secara teoritis tidak berbeda dengan perencanaan pembangunan pada umumnya, hanya karena pendidikan menyangkut SDM, maka yang agak berbeda adalah pendekatannya. Menurut Husaini Usman ada 4 (empat) pendekatan dalam perencanaan pendidikan yaitu;
 Pendekatan kebutuhan Sosial (social demand approach)
Pendekatan ini menitik beratkan pada aspek pemerataan dan perluasan memperoleh kesempatan pendidikan dan cenderung mengabaikan aspek lain, sehingga mengandung banyak kelemahan.
Soenaryo (2000), sebagaimana yang dikutip Husaini Usman, menggambarkan model pendekatan kebutuhan sosial seperti pada gambar berikut;














Gambar 2.4
Perencanaan Pendidikan Dengan Pendekatan
Kebutuhan Sosial

















Perencanaan Pendidikan dengan pendekatan kebutuhan sosial






Sumber: Soenaryo, 2000 sebagaimana dikutip dari Husaini Usman, 2006.


 Pendekatan Ketenagakerjaan (manpower approach)
Pendekatan ketenagakerjaan adalah pendekatan yang mengutamakan keterkaitan lulusan sistem pendidikan dengan tuntutan akan kebutuhan tenaga kerja. Pendekatan ini melahirkan apa yang dulu dikenal dengan kebijakan link and match dan sekarang lebih dikenal dengan relevansi pendidikan. Pendekatan ini secara umum tentu banyak kelemahan, tetapi untuk sekolah kejuruan ini akan menjadi pendekatan utama, mengingat lulusannya memang disiapkan untuk mengisi pasar kerja atau menciptakan peluang-peluang kerja baru.
 Pendekatan Untung Rugi (cost and benefit) atau Cost Effektiveness
Pendekatan ini mentikberatkan pemanfaatan biaya secermat mungkin untuk memperoleh hasil yang optimal, baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Dengan pendekatan ini, pendidikan dilaksanakan hanya apabila betul-betul menguntungkan yang relatif pasti bagi semua pihak yang terkait, khususnya bagi penyelenggara dan peserta didik. Dan pendekatan ini tentu tidak pas untuk semua jenis atau jenjang sekolah atau perguruan, mengingat tujuan utama sekolah atau perguruan bukan mencari keuntungan (finansial).
 Pendekatan Terpadu
Pendekatan ini merupakan paduan dari ke tiga pendekatan di atas yang dimaksudkan untuk menutupi celah-celah kelemahan masing-masing pendekatan. Dalam rangka perencanaan komprehensif, maka pendekatan terpadu harus dilakukan, tetapi untuk perencanaan strategis yang memprioritaskan aspek tertentu pendidikan dapat saja disusun dengan menggunakan pendekatan tertentu.

E. Mutu Pendidikan
Tatkala berbicara tentang Mutu pendidikan biasanya yang terbayang hanyalah rata-rata NEM atau hasil UAN anak atau sekolah. Walaupun hal itu tidak salah dan memang ujung-ujungnya harus terlihat pada NEM atau UAN, tetapi itu hanyalah bagian kecil dari mutu pendidikan dan lebih merupakan akibat dari aspek lain yang saling berpengaruh. Tepatnya adalah bahwa mutu lulusan (output) dipengaruhi oleh mutu masukan (input) dan mutu proses.
Masukan utama adalah calon siswa atau anak dan ini tentu bukan hanya menyangkut kewenangan sektor pendidikan bahkan lebih merupakan kewenangan satuan kerja yang lain umpamanya; gizi buruk anak atau penyakit, kemiskinan anak dan sebagainya lebih merupakan atau juga menjadi tanggungjawab Dinas Kesehatan dan Dinas Sosial.
Sedangkan masukan (input) dan proses yang cukup siginifikan pengaruhnya terhadap mutu output dan merupakan tanggungjawab penuh satuan kerja pendidikan adalah;
 Pendidik dan Tenaga Kependidikan
 Prasarana dan Sarana Belajar
 Pendanaan pendidikan
 Proses pembelajaran
Mengingat pengaruhnya yang cukup siginifikan, maka komponen-komponen demikianlah yang nanti akan lebih menjadi prioritas program dalam rencana strategis ini.





BAB III

DASAR KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN

A. Peraturan Perundang-undangan
Berbicara tentang dasar kebijakan pembangunan sektor apapun, termasuk pendidikan, yang bersumber dari peraturan perundang-undangan, pasti tidak bisa lepas dari Undang-undang Dasar 1945 sebagai sumber dari segala sumber hukum di Indonesia. Pada bagian pembukaan UUD 1945 secara jelas menyatakan bahwa diantara tujuan didirikannya Republik Indonesia ini adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam rangka itulah setiap warga negara, tanpa terkecuali, berhak memperoleh kesempatan yang sama terhadap akses pendidikan yang bermutu sebagaimana diperkuat oleh pasal-pasal terutama pasal 31 tentang Pendidikan.
Komitmen kuat Pemerintah untuk mewujudkan pendidikan yang bermutu makin jelas dengan terbitnya berbagai UU, PP dan SK Mendiknas diantaranya Undang-undang No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang mengatur antara lain tentang Hak dan Kewajiban Warga Negara, Wajib Belajar, Standar Nasional Pendidikan, Kurikulum, Pendidik dan Tenaga Kependidikan, Sarana Prasarana Pendidikan, Pendanaan Pendidikan, Pengelolaan Pendidikan, Peran Serta Masyarakat, Evaluasi, Akreditasi dan Sertifikasi dan lain-lain.
Demikian juga adanya Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen yang sengaja diatur secara khusus mengingat guru dan dosen adalah ujung tombak dalam peningkatan mutu pendidikan.
Khusus dalam konteks perencanaan dan penganggaran, maka ada 2 undang-undang sebagai rujukan pokok dalam menyusun suatu perencanaan pembangunan sektor maupun subsektor yaitu; Undang-undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.
Sesuai dengan tata urutan peraturan perundangan maka semua Undang-undang diturunkan lagi dengan Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, Peraturan Menteri, Keputusan Menteri, Surat Edaran sampai dalam bentuk kebijakan, program dan kegiatan atau petunjuk-petunjuk lain yang relevan dengan konteks kebutuhan.

B. Perspektif Umum Pembangunan Pendidikan
Ada 3 (tiga) pilar kebijakan umum pembangunan pendidikan yang dikembangkan dari pusat sampai ke daerah yaitu;
 Peningkatan Akses Pendidikan
 Peningkatan Mutu, Relevansi dan Daya Saing
 Penatakelolaan, Akuntabilitas dan Pencitraan Publik
Peningkatan akses pendidikan adalah pemerataan dan perluasan kesempatan memperoleh pendidikan untuk semua warga negara tanpa membedakan jenis kelamin, status sosial ekonomi, agama, suku, ras dan letak geografis. Untuk melihat akses pendidikan digunakan indikator-indikator antara lain Angka Partisipasi Kasar (APK), Angka Partisipasi Murni (APM), Angka Partisipasi Sekolah (APS) dan sebagainya.
Peningkatan Mutu, Relevansi dan Daya Saing diarahkan untuk meningkatkan mutu masukan dan keluaran, proses, guru, sarana/prasarana dan alokasi dan proporsi pendanaan serta yang sesuai dengan kebutuhan lapangan pekerjaan. Indikatornya antara lain Rata-rata hasil UAN, Kelayakan Mengajar Guru, Angka Putus Sekolah, Rasio Buku/Siswa, Persentase Ruang Kelas menurut kondisi, Persentase Fasilitas Sekolah, Jumlah Lulusan SMK yang terserap ke lapangan pekerjaan dan sebagainya.
Penatakelolaan, Akuntabilitas dan Pencitraan Publik lebih menekankan pada penyelenggaraan pendidikan yang efisien, efektif dan dapat dipertanggungjawabkan. Pendidikan merupakan salah satu bentuk pelayanan publik yang sangat penting dan patut mendapat kepercayaan dari seluruh komponen masyarakat. Ditengah-tengah kuatnya kecenderungan menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap berbagai lembaga pemerintahan, maka lembaga pendidikan yang bertanggungjawab terhadap pembinaan SDM seyogianya menjadi contoh dan dengan demikian tidak ada pilihan lain bagi jajaran aparatur dan kelembagaan pendidikan harus mampu mewujudkan citra positif yang terbebas dari berbagai penyimpangan dan pelanggaran hukum.
Tiga pilar kebijakan umum pendidikan ini menjadi acuan umum penyusunan rencana strategis pendidikan yang dikemas dalam persfektif kebutuhan lokal. Dalam hal ini kebutuhan sesuai dengan tingkat pencapaian atau kinerja pendidikan secara umum, sehingga di tingkat lokal dapat saja memfokuskan salah satu pilar, sebagaimana pada rencana strategis pendidikan Kota Pangkalpinang yang memfokuskan pada peningkatan mutu.




C. Visi dan Misi
C.1. Visi
“Vision is formal declaration of what the company is trying to achieve”. Charles W.L. Hill (University of Washington) & Gareth R.Jones (Texas A & M University) berjudul ‘Strategic Management : an Integrated Approach’ ,3rd edition, Houghton Mifflin : USA,p.39-41 Menurut Charles Hill visi merupakan sesuatu yang secara formal dideklarasikan. Pihak yang mendeklarasikan visi tergantung dari organisasi pelaksana. Bila visi dihasilkan oleh sebuah daerah maka visi tersebut harus dideklarasikan secara formal oleh pemerintah daerah.
“Trying to define what will happen three to five years out, in specific quantitative terms, is futile exercise. The world is moving to fast for that. What should a company do instead? First of all , define its vision and destiny in broad but clear terms” (Jeck Welch). Menurut Jeck Welch, visi merupakan syarat pertama sebelum sebuah organisasi menjalankan fungsi dan perannya. Organisasi tersebut harus memperhatikan faktor internal yang dapat ia kontrol dan faktor eksternal yang tidak dapat ia kontrol sebagai dasar menyusun visi tersebut. Analisis Welch memperkuat dasar penggunaan SWOT karena mempertimbangkan faktor eksternal dan internal sebuah organisasi.
The Free Dictionary.com pengertian visi adalah sebuah gambaran yang belum hadir secara fisik namun dapat dirasakan. Artinya visi memberikan gambaran masa mendatang yang dapat diukur atau mimpi yang dapat dicapai. Visi bukan merupakan sesuatu yang utopia dan tidak hanya bersifat imaginatif. Visi harus bersifat membumi.
The Wordig.com diketahui bahwa visi adalah sesuatu yang menjiwai tujuan jangka panjang sebuah organisasi. Visi merupakan jiwa dari sebuah organisasi yang menjadikannya memiliki pegangan dan acuan di dalam menjalankan aktifitas. Apabila setiap individu di dalam organisasi tersebut menyadari visi organisasinya maka akan tercipta sebuah sinergi yang menjamin berjalannya organisasi tersebut dengan baik dan mampu mencapai target dan tujuan organisasi itu sendiri.
Visi harus disusun dengan memperhatikan kaedah-kaedah tertentu agar bermanfaat dan mampu menjadi acuan organisasi tersebut. Kaedah yang harus diperhatikan adalah:
 Visi haruslah berisikan kalimat singkat, jangka panjang namun tetap komprehensif atau menyangkut berbagai hal penting dari organisasi tersebut
 Gambaran yang memberikan arah kepada setiap organisasi. Seorang pemimpin, pertama kali, harus memiliki gambaran yang tepat tentang kondisi masa depan yang mungkin atau diharapkan terjadi pada organisasi yang dipimpinnya
 Seperti bagaimana seorang arsitek merancang sebuah desain bangunan. Gambaran imajiner tentang sebuah desain, sebelum desain tersebut dibuat adalah visi itu sendiri (Hogelson dalam Salusu 96, hal 129)

 Visi harus lahir (the brain dictionary.com) dari :
1. Menganalisis faktor eksternal baik yang mendukung maupun yang menghambat dengan melihat faktor internal yang menjadi kekuatan dan kelemahan.
2. Membayangkan sesuatu yang belum menjadi kenyataan dengan melihat kondisi riil pada saat sekarang.
3. Sebuah mimpi yang dapat berpijak atau tidak pada kenyataan saat ini namun tetap berpegang pada perhitungan matang.
 Versi tradisional mengibaratkan visi sebagai jarum suntik. Sewaktu akan disuntikkan, jarum tersebut diisi terlebih dahulu dengan ramuan yang aktif (visi) kedalam tabung suntiknya (kata-kata) yang kemudian disuntikkan kepada para pegawai sehingga mereka menjadi bersemangat dengan mengenal betul apa arah dan tujuan organisasinya.
 Versi drama (theater), visi diibaratkan sebagai pertunjukan drama yang dimulai dengan gladi resik (rehearsal atau repetition) atau tahap perencanaan, kemudian dilanjutkan dengan pertunjukkan (performance atau representation) atau tahap pelaksanaan dan diakhiri dengan kehadiran para tamu (attendance atau assistance) atau tahap evaluasi. (Westley dan Mintzberg)
 Target yang memaksa para individu dalam setiap organisasi tetapi dengan cara yang halus. Visi berperan sebagai ‘jembatan’ yang menghubungkan antara kondisi sekarang dengan kondisi masa depan yang lebih baik (Benis dan Namus dalam entrepreneurial school).

Visi dibentuk melalui tiga proses (Kurt Lewin) yaitu:
1. Pencairan (unfreezing),
2. Perubahan (changing),
3. Pembekuan kembali (refreezing).
Hal ini menunjukkan bahwa di dalam membentuk sebuah visi maka kita harus mencairkan pemikiran dengan menyingkirkan terlebih dahulu cara pandang lama. Proses ini disebut proses pencairan. Setelah itu kita mulai merubah cara pandang tersebut dan mencari sebuah bentuk baru yang visioner. Bentuk baru tersebut harus tetap berangkat dari kenyataan dan mengejar mimpi yang mampu diwujudkan menjadi kenyataan. Setelah memperoleh bentuk baru tersebut maka langkah selanjutnya adalah memperoleh kembali cara pandang baru dan hidup dengan cara pandang baru yang visioner jauh ke depan.
Beberapa contoh visi dari organisasi internasional yang singkat, mudah dijiwai dan implementatif:
 Disney Land : ‘To Make People Happy’
 Triple M : ‘To Solve Unsolved Problem Innovatively’
 Air Asia:Everybody can fly
 Majalah Tempo: Enak dibaca & perlu
 Liputan 6 SCTV: Liputan aktual tajam dan terpercaya
 Teh Botol Sosro: Apa pun makanannya minumannya teh botol sosro


C.2. MISI
Misi memiliki beberapa pengertian diantaranya adalah:
“A mission statement identifies your company to its customers, vendors, the media and others that will be using or requiring its services or products. It is about providing solutions and adding value to your customers and market” (http://www.how-to.com/Operations/mission-statement.htm
Misi merupakan sebuah identitas organisasi yang berguna di dalam proses menghasilkan produk dan nilai tambah bagi aktifitas organisasi tersebut. Misi lebih bersifat implementatif dan merupakan penjabaran dari pernyataan visioner. Misi merupakan alat untuk mencapai sebuah visi.
Misi harus memperhatikan kaedah seperti halnya visi. Kaedah yang harus diperhatikan di dalam misi adalah:
 A statement of the role, or purpose, by which an organization intends to serve its stakeholders. Describes what the organization does (current capabilities), who it serves (stakeholders), and what makes the organization unique (justification for existence). Mission statements always exist at the top level of an organization, but may also be set for different organizational levels or components ‘

 A mission statement is a written, easy-to-remember sentence, short list of bullet points, or paragraph illustrating a business' goals and purpose. It has one common function: to guide you and your employees in making critical decisions that effect the direction of your company (http://www.how-to.com/Operations/mission-statement.htm
Dua pernyataan di atas menunjukkan bahwa misi merupakan alat yang digunakan untuk mencapai visi. Misi merupakan implementasi dari visi yang menggambarkan apa yang harus dilakukan oleh organisasi di dalam mencapai visi ke depan dengan tetap memperhatikan kondisi saat ini. Misi harus dinyatakan dalam kalimat yang singkat, mudah diingat dan merupakan prioritas organisasi. Misi merupakan petunjuk praktis bagi setiap individu di dalam bekerja untuk organisasinya. Oleh karena itu misi merupakan acuan teknis bagi pelaksana pembangunan di dalam mewujudkan pembangunan yang visioner, berkesinambungan, terukur, akuntabel dan sistematis untuk masa tertentu.
Lebih lanjut dijelaskan bahwa visi dijelaskan lebih lanjut dalam ‘mission statement’ yang kemudian bermanfaat sebagai pembimbing arah dan strategi setiap institusi untuk jangka panjang. Di sini misi umumnya memuat aplikasi dari ambisi para pemimpin organisasi (Gary Hamel dan C.K. Prahalad, di dalam buku Hill dan Jones Chapter 1) Misi dapat berada pada top level maupun pada level-level tertentu sebuah organisasi. Berbeda dengan visi yang ‘selalu wajib’ berada pada atau dicetuskan oleh ‘top level’ organisasi. Visi dan misi merupakan dua komponen yang sejak awal harus dimiliki oleh setiap institusi maupun organisasi agar dapat berjalan dengan arah dan tujuan yang jelas.
Contoh dari hubungan visi dan misi dapat dilihat dari sebuah organisasi produsen produk:
Weyerhaeuser, menjelaskan sebuah contoh visi :
“Menjadikan bisnis kita sebagai penghasil produk kehutanan terbaik di dunia”

Maka misi kemudian dapat diterjemahkan sebagai :
 Menjaga kualitas produk
 Melindungi citra produk
 Memaksimalkan produktifitas pekerja
 Meningkatkan kreatifitas dalam menciptakan produk
 Mengantisipasi perubahan lingkungan eksternal dan global

C.3. Keterkaiatan Visi Misi RPJPD, RPJMD dan Renstra
Visi dan misi seyogianya dibuat melalui analisis yang memanfaatkan proses akademik dan memanfaatkan smubang saran dari semua pihak (stakeholder). Salah satu metode yang digunakan adalah analisis SWOT yang berasal dari disiplin ilmu manajemen strategis. Apabila Visi dan Misi dihasilkan dari sebuah proses analisis maka tingkat akurasi dapat dipertanggungjawabkan dan apabila visi dan misi yang dibuat oleh kepala daerah (visi dan misis kota pada RPJMD) mempertimbangkan visi dan misi pada RPJP Kota Pangkalpinang maka kesinambungan pembangunan akan terjaga setidaknya untuk jangka waktu 20 tahun ke depan. Selanjutnya Visi dan Misi Dinas Pendidikan harus merujuk Visi dan Misi Kepala Daerah sehingga akan memberikan kontribusi dalam ekselerasi pencapaian Visi dan Misi Kota Pangkalpinang dan kegiatan pembangunan akan lebih mudah bersinergi antar sektor.
Mengapa demikian ?. Undang-undang No. 25 tahun 2004 mengamanat bahwa Dokumen RPJP Daerah harus menjelaskan visi, misi dan arah pembangunan daerah serta proyeksi daerah untuk 20 tahun ke depan. Berbeda dengan Dokumen RPJM yang memuat visi dan misi pemerintah daerah yang berjangka menengah yaitu 5 tahun maka Dokumen RPJP memuat visi dan misi milik daerah yang berjangka waktu panjang yaitu 20 tahun.
Berdasarkan UU tersebut dapat dikatakan bahwa visi dan misi jangka panjang adalah milik daerah sementara visi dan misi jangka menengah adalah milik kepala daerah yang dapat berubah apabila kepala daerah berganti. Visi dan misi daerah yang bersifat jangka panjang dapat tercapai jika visi dan misi kepala daerah dapat bersinergi dan mendukung visi dan misi daerah. Oleh karena itu visi dan misi kepala daerah yang tertuang di dalam RPJM harus mengacu pada visi dan misi daerah yang terdapat di dalam RPJP. Selanjutnya visi misi Kepala Daerah (RPJM) menjadi acuan RPJM Satuan Kerja atau Renstra Dinas, Badan dan Kantor.
Acuan yang dapat menghubungkan visi dan misi jangka panjang dan jangka menengah itu adalah arah dan kebijakan pembangunan. Visi dan misi daerah harus dituangkan ke dalam arah dan kebijakan pembangunan periode lima tahunan. Arah dan kebijakan pembangunan menjadi patokan umum penyusunan visi, misi dan target pembangunan setiap kepala daerah.
Visi jangka panjang (RPJP) Kota Pangkalpinang adalah “Meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui pembangunan yang berbasis perdagangan dan jasa dengan dukungan industri unggulan” dan dengan mengacu pada visi RPJP ini Walikota Pangkalpinang dalam RPJMD merumuskan Visi “Teruwujudnya Kota Pangkalpinang sebagai Pusat perdagangan regional, jasa dan industri yang berdaya saing di Tahun 2013” . Dengan mengacu visi jangka panjang dan jangka menengah daerah, maka visi Dinas Pendidikan adalah “Unggul dalam perstasi pendidikan bernuansa Imtaq di kawasan Sumbagsel Tahun 2011”.
Untuk mencapai Visi jangka panjang maka hal-hal yang harus dilakukan yang dirumuskan dalam misi jangka panjangnya yaitu;
1. Meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui peningkatan pendapatan perkapita
2. Mewujudkan kesejahteraan yang mendukung peningkatan kualitas pelayanan dasar sektor publik dari pendidikan dan kesehatan
3. Mengurangi dampak negatif pembangunan ekonomi seperti kemiskinan, pengangguran, ketimpangan distribusi pendapatan antargolongan dan antardaerah serta masalah pencemaran lingkungan
4. Menciptakan aparatur pemerintah jujur, bersih, berwibawa dan berkualitas melalui dukungan fasilitas yang memadai dan penegakkan supremasi hukum
5. Menegakkan hukum yang tidak diskriminatif dan tanpa membedakan kedudukan pelaku guna menekan tindakan kejahatan dan aksi ilegal
6. Menjalin kerjasama yang baik antardinas, antar pemerintah daerah dan antara pemerintah, dewan dan masyarakat guna mencapai masyarakat yang adil, makmur, aman dan damai
7. Memiliki modal utama pengembangan sektor perdagangan dan jasa melalui pembangunan sistem informasi dan ketersediaan data yang berkualitas terutama di dalam menghadapi era globalisasi
8. Meningkatkan peran para pengusaha melalui peningkatan jiwa kewirausahaan, wanita melalui kesetaraan gender dan wanita pengusaha di dalam meningkatkan pertumbuhan dan pemerataan pembangunan ekonomi
9. Menciptakan masyarakat dengan gaya hidup yang religius dan memiliki jiwa serta tubuh yang sehat
10. Menciptakan keharmonisan hidup melalui masyarakat taat hukum yang memiliki komitmen dan integritas tinggi terhadap pembangunan
Sedangkan misi jangka menengahnya adalah ”Memacu perkembangan sektor-sektor Perdagangan, Jasa Industri yang Berbasis Lokal dan Menciptakan Sumber Daya yang Berkeunggulan Kompetitif Untuk Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat Kota Pangkalpinang”. Selanjutnya Dinas Pendidikan dapat merumuskan misi sebagai berikut; Mewujudkan masyarakat yang Berkualitas, Beriman dan Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, melalui Pemerataan dan Perluasan Kesempatan Belajar, Peningkatan Kualitas Tenaga Kependidikan dan Peningkatan Pengamalan Ajaran Agama di Lembaga Pendidikan sehingga tercipta masyarakat yang cerdas, menguasai Iptek, beriman, bertaqwa, berkepribadian, berdaya saing tinggi dalam Era Globalisasi.
Keterkaitan Visi dan Misi tersebut dalam bentuk gambar dapat dilihat sebagai berikut:






Gambar 3.1 : Keterkaitan Visi dan Misi





















D. Tujuan dan Sasaran Pendidikan Kota Pangkalpinang
D.1. Tujuan
1. Adalah meningkatnya mutu masukan (input), proses dan keluaran (output) pendidikan di semua jenis dan jenjang pendidikan secara bertahap
2. Tumbuh dan berkembangnya partisipasi yang luas dari berbagai unsur masyarakat, pemerintah dan swasta dalam pembangunan pendidikan

D.2. Sasaran
1. Terpenuhinya kebutuhan kualifikasi pendidikan akademik minimum pendidik dan tenaga kependidikan.
2. Terpenuhinya kebutuhan prasarana dan sarana di semua jenis dan jenjang pendidikan, sebagaimana diatur oleh Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007
3. Meningkatnya kesejahteraan Guru dengan suatu mekanisme punishment dan reward di tingkat lokal di luar kebijakan pemerintah pusat dan propinsi.
4. Meningkatnya peran serta masyarakat melalui optimalisasi fungsi Komite Sekolah dan Dewan Pendidikan.
5. Terbangun dan berkembangnya suatu jaringan komunikasi dan informasi kependidikan berbasis teknologi modern.
6. Meningkatnya kinerja sekolah secara umum atas kepemimpinan kepala sekolah dan optimalnya fungsi pengawasan.


BAB IV
ANALISIS LINGKUNGAN PENDIDIKAN

Analisis Lingkungan Pendidikan akan menggunakan Metode SWOT yaitu salah satu alat analisis disiplin ilmu manajemen strategi yang bermanfaat bagi setiap institusi untuk membuat strategi. Analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunity, and Threat) merupakan analisis terhadap faktor internal dan eksternal yang melekat pada satu objek atau organisasi. Sampai saat ini, paling tidak dikenal 5 (lima) teknik analisa yang dikembangkan untuk membantu perencana dalam proses pembuatan strategi. Teknik-teknik tersebut adalah : Analisa Kesenjangan, Matriks Strategi Umum, Boston Consulting Group, Daur Kehidupan Produk dan Matriks SWOT. Faktor internal adalah faktor yang dapat dikendalikan oleh organisasi tersebut sementara faktor eksternal adalah faktor yang bersifat given dan tidak dapat dikendalikan oleh organisasi tersebut. Namun demikian faktor internal dapat merupakan faktor yang berada di dalam suatu organisasi atau suatu daerah atau negara sementara faktor eksternal adalah faktor yang dipengaruhi oleh unsur-unsur di luar organisasi, daerah atau negara yang bersangkutan, tergantung konteks pembahasan atau penyusunan rencana.
Analisis SWOT ini berguna untuk melihat kekuatan dan kelemahan dari sisi internal serta melihat ancaman dan peluang dari sisi eksternal. Dari kombinasi faktor internal dan eksternal ini diharapkan kita dapat mengetahui poin-poin penting yang dapat digunakan sebagai dasar penyusunan prioritas.
Pada awalnya metode ini digunakan oleh pihak swasta untuk merancang strategi agar usahanya dapat menghasilkan profit yang besar. Namun kemudian analisis ini juga digunakan oleh pemerintah kendati tujuan utamanya bukan untuk menghasilkan profit. Pemerintah menggunakan metode ini untuk mengenal lebih dekat kekuatan dan kelemahan serta memperhatikan peluang dan ancaman yang mungkin timbul di dalam usahanya untuk memberikan pelayanan publik yang optimal.
Sasaran profit yang optimal jika dilihat dari sisi pemerintah adalah bagaimana menghasilkan sebuah kebijakan baik dari program maupun proyek publik yang memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi masyarakat dengan biaya yang harus ditanggung masyarakat serendah-rendahnya. Konsep biaya di sini tidak hanya biaya eksplisit namun juga biaya peluang (opportunity cost). Konsep biaya peluang inilah yang memberikan kesempatan pada pemerintah untuk merancang kebijakan terutama visi, misi dan arah berdasarkan prioritas.
Analisis SWOT di bawah merupakan modifikasi dari apa yang dikenal dengan Model dari Kevin P. Kearns. (Michael Allison, 2005, 130 – 138).
Adapun tahapan-tahapan analisis adalah sebagai berikut;

A. FAKTOR-FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL
A.1. Internal
a. Dukungan regulasi di bidang pendidikan baik secara lokal maupun nasional cukup kuat.
b. Pembiayaan pendidikan dari pemerintah pusat, pemerintah propinsi maupun pemerintah kota memadai tetapi belum proporsional antara pembangunan fisik dan nonfisik.
c. Jumlah SDM di lingkungan pendidikan yang ada sudah cukup memadai, tetapi kualitasnya masih rendah, khususnya berkaitan dengan kualifikasi dan kompetensi pendidik.
d. Koneksi internet melalui Wide Area Network (WAN) dan Local Area Network (LAN) di lingkungan Pendidikan Kota Pangkalpinang cukup baik dan telah terhubung di hampir semua unit pelaksana teknis (sekolah).
e. Daya dukung fasilitas kantor, khususnya dalam bentuk alat tulis kantor dan baik inventaris kantor maupun dukungan milik pegawai dapat mencukupi kebutuhan pelayanan.
f. Ketersediaan data dan informasi kependidikan, cepat, lengkap dan mutakhir.
g. Koordinasi antar satuan kerja di lingkungan pemerintahan Kota Pangkalpinang terjalin dengan baik.
h. Sarana Prasarana Pendidikan di tingkat unit pelaksana teknis (sekolah) masih terbatas.
i. Fenomena Ketidakdisiplinan dan stagnasi kemampuan pegawai senior, yang tidak kunjung teratasi.
j. Struktur organisasi Dinas Pendidikan terlalu ramping dan tidak sebanding dengan tugas yang berat.
k. Prestasi pendidikan secara umum masih harus di tingkatkan.

A.2. Eksternal
a. Status Kota Pangkalpinang sebagai Ibu Kota Propinsi Kepulauan Bangka Belitung sehingga menjadi Pusat Kegiatan Wilayah.
b. Hubungan profesionalisme kerja dengan Legislatif cukup kondusif baik di tingkat kota maupun secara vertikal dengan propinsi.
c. Dukungan Kepala Daerah beserta jajaran terkait terhadap kebijakan dan program pendidikan sangat baik.
d. Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang sangat pesat
e. Era Globalisasi yang makin menguat dan berkembang dengan cepat
f. Rendahnya partisipasi masyarakat, khususnya dunia usaha dan dunia industri, terhadap pengembangan pendidikan.
g. Kecenderungan meningkatnya kenakalan remaja baik kualitas maupun kuantitas.
h. Penyebaran jumlah dan tingkat kepadatan penduduk yang cepat dan tidak merata


B. MATRIK SWOT
Matrik atau kisi SWOT ini adalah alat yang dipakai untuk menyusun faktor-faktor strategis yang akan menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi organisasi dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimiliki.
Matrik SWOT ini yang merupakan Model Kevin P. Kearns akan menghasilkan empat set kemungkinan alternatif strategis yaitu;
a. Strategi SO
Strategi ini dibuat berdasarkan jalan pikiran dengan memanfaatkan seluruh kekuatan untuk merebut dan memanfaatkan peluang sebesar-besarnya yang akan menghasilkan keuntungan komparatif (Comparative Advantage).
b. Strategi ST
Strategi ini penggunaan kekuatan yang dimiliki untuk mengatasi ancaman. Dengan demikian ada kebutuhan untuk menggerakkan sumber daya sendiri (Mobilization).


c. Strategi WO
Strategi ini diterapkan berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada dengan cara meminimalkan kelemahan organisasi, sehingga memerlukan penilaian investasi atau disvestasi (Invesment-Divesment).
d. Strategi WT
Strategi ini didasarkan pada kegiatan yang bersifat defensif dan berusaha meminimalkan kelemahan yang ada serta menghindari ancaman dengan demikian mengindikasikan perlunya mengontrol kerusakan (damage control).
Dalam bentuk matriks yang disesuaikan dapat digambarkan sebagai berikut gambar berikut
Gambar 4.1
Kombinasi SWOT dan Strategi yang Disesuaikan


Strength

Weakness

Opportunity
SO : Menggunakan kekuatan untuk menangkap kesempatan
WO : Mengatasi kelemahan dengan mengambil kesempatan


Threat
ST :Menggunakan kekuatan untuk menghindari ancaman
WT : Meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman







C. MATRIK FAKTOR STRATEGI INTERNAL
Setelah faktor-faktor strategis internal diidentifikasi, maka perlu disusun atau diidentifikasi dalam bentuk suatu tabel Internal Strategic Factors Analysis Summary (IFAS) untuk merumuskan faktor-faktor strategis internal dalam kerangka Strength and Weakness organisasi sehingga jelas yang mana kekuatan dan yang mana kelemahan dan memudahkan untuk analisis strategi pada tahapan berkutnya.
Hal itu perlu dilakukan mengingat tidak jarang terjadi kesulitan untuk menentukan suatu faktor yang sama, apakah kekuatan atau kelemahan. Dalam kasus ini sebagai contoh adalah faktor SDM yang secara jumlah cukup banyak dan ini adalah suatu kekuatan, tetapi pada saat yang sama SDM juga masih menjadi faktor kelemahan karena kualitasnya masih rendah. Dan secara lengkap faktor-faktor lainnya sebagaimana pada Matriks IFAS sebagai berikut;
TABEL 4.1
Internal Strategic Factors Analysis Summary
Strenghts (Kekuatan) Weakness (Kelemahan) Keterangan

a. Regulasi di bidang Pendidikan.
b. Pembiayaan
c. Jumlah SDM.
d. Koneksi internet, LAN dan WAN.
e. Fasilitas kantor dan pegawai sangat memadai.
f. Data dan informasi kependidikan.
g. Koordinasi antar satuan kerja terjalin dengan baik

a. Kualitas SDM
b. Sarana Prasarana Pendidikan
c. Ketidakdisiplinan dan stagnasi kemampuan pegawai
d. Struktur Organisasi
e. Prestasi pendidikan

D. MATRIK FAKTOR STRATEGI EKSTERNAL
Setelah faktor-faktor strategis internal diidentifikasi sehingga jelas masing-masing faktor termasuk kekuatan dan kelemahan lalu ditampilkan dalam tabel IFAS, maka hal yang sama untuk faktor-faktor eksternal.
Faktor-faktor eksternal dapat termasuk ancaman atau peluang tidak bisa dianalisis tanpa mengaitkannya dengan kondisi internal, karena akan saling berpengaruh satu sama lain. Suatu faktor eskternal apakah termasuk ancaman atau peluang akan sangat tergantung pada kondisi internal. Sebagai contoh; era globalisasi sebenarnya dapat menjadi peluang, kalau mampu dimanfaatkan oleh SDM yang berkualitas, tetapi pada kasus ini masih manjadi ancaman karena kualitas`SDM masih rendah.
Selengkapnya identfikasi faktor-faktor eksternal dapat ditampilkan pada tabel berikut;

TABEL 4.2
Eksternal Strategic Factors Analysis Summary

Opportunities (Peluang) Threats (Ancaman)
Keterangan

a. Kota Pangkalpinang sebagai Pusat Kegiatan Wilayah.
b. Kerjasama dengan Legislatif.
c. Dukungan Kepala Daerah .
d. Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

a. Era Globalisasi yang makin menguat
b. Partisipasi masyarakat
c. Kenakalan remaja
d. Penyebaran dan kepadatan penduduk


E. ANALISIS SWOT

Sebagaimana yang telah dikemukakan terdahulu, maka masing-masing faktor internal dan eksternal dikawinkan sehingga melahirkan strategi-strategi yang merupakan kombinasi; strategi yang mencerminkan keuntungan komparatif (Comparative Advantage), kebutuhan untuk menggerakkan sumber daya sendiri (Mobilization), memerlukan penilaian investasi atau disvestasi (Invesment-Divesment), perlunya mengontrol kerusakan (damage control) yang selengkapnya dapat dlihat pada tabel berikut;



















TABEL 4.3 : STRATEGI ANALISIS SWOT


Faktor-faktor Eksternal






Faktor-faktor Internal Opportunities (Peluang)
e. Kota Pangkalpinang sebagai Pusat Kegiatan Wilayah.
f. Kerjasama dengan Legislatif.
g. Dukungan Kepala Daerah .
h. Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Threats (Ancaman)
e. Era Globalisasi yang makin menguat
f. Partisipasi masyarakat
g. Kenakalan remaja
h. Penyebaran dan kepadatan penduduk
Strenghts (Kekuatan)
l. Regulasi di bidang Pendidikan.
m. Pembiayaan
n. Jumlah SDM.
o. Koneksi internet, LAN dan WAN.
p. Fasilitas kantor dan pegawai sangat memadai.
q. Data dan informasi kependidikan.
r. Koordinasi antar satuan kerja terjalin dengan baik
Strategi S-O (Comparative Advantage)

1. Gunakan regulasi untuk memacu kemajuan pendidikan ibu kota propinsi. (a – a)
2. Pemanfaatan SDM yang cukup banyak untuk menjaga hubungan baik dengan Lagislatif (c – b)
3. Optimalisasi koneksi internet untuk meraih kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. (d – d)
4. Optimalisasi pemanfaatan fasilitas untuk meraih kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. (e – d)
Strategi S-T (Mobilization)

5. Optimalisasi pemanfaatan ICT, Internet, LAN untuk menghadapi tantangan globalisasi. (d – e)
6. Pemanfaatan SDM yang cukup banyak untuk meningkatkan partisipasi masyarakat (c – f)
7. Manfaatkan koordinasi untuk mencegah peningkatan kenakalan remaja. (g – g)

Weakness (Kelemahan)
f. Kualitas SDM
g. Sarana Prasarana Pendidikan
h. Ketidakdisiplinan dan stagnasi kemampuan pegawai
i. Struktur Organisasi
j. Prestasi pendidikan Strategi W-O (Investment-Divestment)

1. Atasi rendahnya kualitas SDM dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (h – d)
2. Tingkatkan sarana prasarana dengan memanfaatkan hubungan kerja dengan DPR (i – b)
3. Benahi struktur organisasi Dinas Pendidikan dengan memanfaatkan dukungan Kepala Daerah. (k – c)
4. Tingkatkan prestasi dengan memanfaatkan kemajuan iptek Strategi W-T (Damage Control)

5. Kurangi SDM yang tidak berkualitas dalam rangka menghadapi globalisasi (h – e)
6. Restrukturisasi Organisasi untuk menghadapi rendahnya partisipasi masyarakat.(k – f)
7. Kurangi ketidakdisiplinan Pegawai dalam rangka menghadapi globalisasi. (j – e)

Dengan demikian ada sejumlah 14 (Empatbelas) strategi yang dapat dikembangkan;
Strategi S-O (Comparative Advantage)
1. Gunakan regulasi untuk memacu kemajuan pendidikan ibu kota propinsi.
2. Pemanfaatan SDM yang cukup banyak untuk menjaga hubungan baik dengan Lagislatif
3. Optimalisasi koneksi internet untuk meraih kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
4. Optimalisasi pemanfaatan fasilitas untuk meraih kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Strategi S-T (Mobilization)
5. Optimalisasi pemanfaatan ICT, Internet, LAN untuk menghadapi tantangan globalisasi.
6. Pemanfaatan SDM yang cukup banyak untuk meningkatkan partisipasi masyarakat
7. Manfaatkan koordinasi yang baik untuk mencegah peningkatan kenakalan remaja.
Strategi W-O (Investment-Divestment)
8. Tingkatkan kualitas PTK dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi
9. Tingkatkan sarana prasarana dengan memanfaatkan hubungan kerja dengan DPR
10. Benahi struktur organisasi Dinas Pendidikan dengan memanfaatkan dukungan Kepala Daerah.
11. Tingkatkan prestasi pendidikan dengan memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Strategi W-T (Damage Control)
12. Kurangi SDM yang tidak berkualitas dalam rangka menghadapi globalisasi
13. Restrukturisasi Organisasi untuk menghadapi rendahnya partisipasi masyarakat.
14. Kurangi ketidakdispilinan Pegawai dalam rangka menghadapi globalisasi
Dari 14 (empatbelas) strategi di atas sebenarnya kalau beberapa diantaranya digabung dan diambil intinya yang berkaitan langsung dengan peningkatan mutu pendidikan, maka dapat diambil 3 (tiga) strategi sebagai berikut;
1. Penggunaan regulasi pendidikan, alokasi anggaran, jumlah SDM, fasilitas jaringan internet untuk meningkatkan kualitas SDM (PTK) dalam rangka menghadapi era globalisasi.
2. Peningkatan sarana prasarana untuk meningkatkan prestasi pendidikan, baik akademik maupun nonakademik.
3. Peningkatan mutu pendidikan di semua jenis dan jenjang pendidikan.












BAB V
KEBIJAKAN PENDIDIKAN YANG BERORIENTASI
PADA PENINGKATAN MUTU

Kebijakan adalah serangkaian upaya-upaya yang harus dilakukan untuk menjamin terlaksananya program dan kegiatan dengan sebaik-baiknya dalam rangka mencapai tujuan dan sasaran yang telah dirumuskan guna mewujudkan misi dan visi organisasi.
Kebijakan-kebijakan yang harus dilakukan dalam kerangka peningkatan mutu pendidikan antara lain sebagai berikut;

A. Mengupayakan peningkatan kualitas pendidik dan tenaga kependidikan di semua jenis dan jenjang pendidikan
Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PTK) adalah salah satu faktor kunci peningkatan mutu pendidikan dan sekaligus menjadi bagian dari program peningkatan mutu itu sendiri, sehingga peningkatan mutu PTK , khususnya standar pendidikan akademik minimum, mutlak dilakukan. Oleh karena sangat banyaknya (lebih dari 60%) tenaga pendidik yang belum memenuhi standar kualifikasi maka perlu ada dukungan dari Pemerintah, Pemerintah Daerah dan masyarakat secara bersinergi.
Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah Propinsi dan Kota telah mempunyai komitmen untuk membantu dalam bentuk subsidi terhadap guru-guru yang akan melanjutkan pendidikan formal dengan komposisi minimal 50 % Pusat, 25 % Propinsi dan 25 % Kota secara priodik setiap tahun.


B. Mengupayakan peningkatan sarana prasarana di semua jenis dan jenjang pendidikan
Ketersediaan sarana prasarana pendidikan bukan hanya akan berakibat pada meningkatknya pemerataan dan perluasan kesempatan memperoleh pendidikan bagi setiap warga negara, tetapi lebih jauh akan berpengaruh pada mutu penyelenggaraan dan keluaran pendidikan itu sendiri.
Mengingat pentingnya sarana prasarana, maka dikeluarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 tahun 2007 tentang Standar Sarana dan Prasarana untuk SD/MI, SMP/MTs dan SMA/MA yang mencakup;
1. Kriteria Minimum sarana yang terdiri dari perabot, peralatan pendidikan, media pendidikan, buku dan sumber belajar lainnya, teknologi informasi dan komunikasi, serta perlengkapan lain yang wajib dimiliki oleh setiap sekolah/madrasah.
2. Kriteria Minimum prasarana yang terdiri dari lahan, bangunan, ruang-ruang dan instalasi daya dan jasa yang wajib dimiliki oleh setiap sekolah/madrasah.
Kondisi prasarana pendidikan di Kota Pangkalpinang berdasarkan analisis pertumbuhan penduduk usia sekolah oleh Badan Pusat Statistik Kota Pangkalpinang, sampai 5 tahun ke depan tidak memerlukan penambahan tetapi perlu pemeliharaan baik ringan maupun berat secara rutin. Sedangkan ketersediaan sarana secara umum masih harus ditingkatkan, terutama yang berupa peralatan pendidikan, buku serta teknologi komunikasi dan informasi.


C. Mengupayakan peningkatan manajemen pengelolaan sekolah yang efektif dan efisien.
Peningkatan manajemen pengelolaan sekolah merupakan penguatan kelembagaan atau penatakelolaan sekolah menuju suatu lembaga bermutu, yang bertanggungjawab, efektif, efisien dan mendapat kepercayaan masyarakat. Dalam mengupayakan preformance kelembagaan pendidikan yang demikian pemerintah tidak sendirian, tetapi memberi ruang yang cukup untuk partisipasi masyarakat khususnya melalui komite sekolah dan dewan pendidikan.
Ditingkat sekolah, sebagai unit terdepan pelaksanaan teknis, peran Kepala Sekolah cukup menentukan kinerja sekolah secara umum, sehingga diperlukan suatu mekanisme pembinaan secara langsung pada para pimpinan sekolah secara intensif.

D. Mengupayakan peningkatan kesejahteraan sosial-ekonomi pendidik dan tenaga kependidikan
Kesejahteraan sosial ekonomi pendidik dan tenaga kependidikan sudah menjadi isu sentral yang berlangsung cukup lama dan menasional. Khususnya yang berkenaan dengan gaji atau tunjangan kependidikan atau profesi yang sering kali dinilai tidak sebanding dengan tanggungjawab mereka yang melaksanakan tugas dan tanggungjawab tanpa mengenal batas waktu. Namun demikian sesungguhnya kesejahteraan sosial ekonomi tidak saja dilihat dari seberapa besar pendapatan yang bisa diperoleh seorang pendidik dan tenaga kependidikan, tetapi juga bagaimana penghargaan secara umum terhadap profesi pendidik.
Pemerintah Pusat dan Daerah bertanggungjawab untuk melahirkan berbagai kebijakan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan guru dengan harapan diiiringi oleh peningkatan kinerja dan secara lebih jauh pada saatnya profesi guru menjadi profesi bergengsi yang dapat dibanggakan setara dengan profesi lain seperti; Dokter dan Hakim.

E. Mengupayakan suatu sistem informasi dan komunikasi yang efektif dan efisien dalam proses pembelajaran di sekolah dan aktfitas pendidikan pada umumnya.
Untuk mewujudkan Informasi dan komunikasi pendidikan yang efektif dan efisien di lingkungan pendidikan perlu dibangun suatu sistem informasi dan komunikasi dengan memanfaatkan teknologi modern. Membangun suatu jaringa terpadu berbasis teknologi, bukan saja akan berdampak pada efektfifitas dan efisiensi komunikasi dan informasi tetapi terhadap seluruh aspek penyelenggaraan pendidikan dan pembangunan.
Teknologi Komunikasi dan Informasi akan membuka cakrawala kalangan pendidikan menjadi tanpa batas dan akan berakibat cukup baik dalam rangka menghadapi era globalisasi yang makin marak dan tanpa bisa dicegah. Anak-anak harus sudah terbiasa dengan berbagai perangkat teknologi sedini mungkin dan mampu memanfaatkannya secara baik dalam proses pembelajaran, apalagi para pendidik dan tenaga kependidikan.





F. Penyusunan Perda Pendidikan.
Peraturan Daerah tentang pendidikan akan menjamin berbagai kebijakan dapat terarah, terencana dan berkesinambungan dengan dukungan yang luas dari berbagai pihak, khususnya kalangan legislatif, sekaligus memberikan payung hukum bagi semua pihak dalam mengimplementasikan kebijakan-kebijakan di bidang pendidikan.
Perda Pendidikan juga dalam rangka mengakomodir hal-hal yang menyangkut karakteristik lokal sebagai potensi yang harus dikembangkan dalam rangka pembangunan pendidikan.


















BAB VI
PROGRAM DAN KEGIATAN PENDIDIKAN

Program adalah sekumpulan pokok-pokok kegiatan yang pada hakekatnya adalah penjabaran dari misi yang haraus dilakukan untuk terwujudnya visi ” Unggul dalam prestasi pendidikan bernuansa Imtaq di Kawasan Sumatera bagian Selatan pada Tahun 2011”. Program masih bersifat umum dan belum operasional sehingga masih harus dijabarkan dalam berbagai kegiatan.
Program dan Kegiatan yang akan dilakukan sebagai bagian integral dari rangkaian kegiatan perwujudan visi dinas pendidikan tersebut, secara singkat dapat diuraikan sebagai berikut;

A. Peningkatan kualifikasi pendidikan minimum guru SD/MI, SMP/MTs dan SMA/MA.
Kualifikasi pendidikan minimum guru di semua jenjang pendidikan mutlak ditingkatkan bukan hanya karena tuntutan Undang-undang No 20 Tahun 2003 tentangn Sistem Pendidikan Nasional, tetapi adalah kebutuhan peningkatan kemampuan ilmu pengetahuan guru secara umum dalam rangka menghadapi era globalisasi.
Berdasarkan data tahun 2006 masih ada sejumlah 1.443 (64.74 %) guru yang masih harus ditingkatkan. Sebagian kecil diantaranya sekitar 15 % telah secara mandiri menempuh pendidikan formal Starata 1 dan selebihnya baru akan memulai dan diperkirakan pada tahun 2015 semua akan tuntas.
Sejumlah 1.443 guru direncanakan akan diberi subsidi secara merata dengan dana yang bersumber dari APBN, APBD Propinsi dan Kota. Peningkatan kualifikasi ini akan dilaksanakan melalui kegiatan-kegiatan di bawah ini;
1. Pemberian susbsidi terhadap 1.443 guru yang melanjutkan jenjang pendidikan formal
2. Mengadakan MoU dengan Lembaga Pengembanngan Tenaga Kependidikan sesuai dengan rekomendasi pusat, Depertemen Pendidikan Nasional dan Pemerintah Propinsi.
B. Peningkatan kompetensi profesi guru SD/MI, SMP/MTs dan SMA/SMK
Peningkatan kualifikasi pendidikan menimum guru, dan guru yang sudah memenuhi standar pendidikan akademik minimumpun, tidak merupakan jaminan meningkatknya kemampuan profesi yang bersifat substansi pelajaran yang sesuai dengan apa yang mereka berikan kepada anak didik.
Oleh karena itu baik bagi yang belum memenuhi standar maupun yang telah memenuhi harus diupayakan mengikuti program peningkatan kompetensi secara intensif, apabila mutu pendidikan mau ditingkatkan. Sedangkan Pemerintah wajib memfasilitasi, sesuai dengan tugas pokok dan fungsi masing-masing melalui kegiatan-kegiatan dibawah ini;
1. Fasilitasi Kegiatan MGMP
2. Sertifikasi Pendidik
3. Uji kompetensi lokal guru secara priodik
C. Peningkatan Prasarana dan Sarana SD/MI Negeri dan Swasta
Sebagaimana telah dikemukakan terdahulu bahwa prasarana pendidikan tidak ada penambahan ke depan, namun demikian pemeliharaan harus secara rutin dilaksanakan. Pada tahun 2006 dari jumlah seluruh ruang kelas SD/MI di Kota Pangkalpinang terdapat 34.74 % dalam kedaan rusak berat dan ringan yang harus secara bertahap diperbaiki.Tidak kalah penting juga untuk ditingkatkan adalah sarana pendidikan baik secara kualitatif maupun kuantitatif melalui kegiatan-kegiatan di bawah ini;
1. Pemeliharaan Ringan dan Berat Ruang Kelas
2. Peningkatan Perpustakaan dan Laboratorium
3. Pengadaan Buku Teks, Panduan, Pengayaan, Referensi dan Sumber Belajar
4. Pengadaan Perabot dan Peralatan Pendidikan
5. Peningkatan Tempat bermain/berolahraga
D. Peningkatan Prasarana dan Sarana SMP/MTs Negeri dan Swasta Makin tinggi jenjang pendidikan maka makin beragam sarana yang dibutuhkan dalam rangka peningkatan mutu masukan, proses dan keluaran pendidikan. Untuk ruang kelas SMP/MTs dalam kondisi tahun 2006 hanya sekitar 15 % yang memerlukan pemeliharaan, akibat kerusakan ringan dan berat.
Sedangkan sarana pokok yang harus dipenuhi adalah buku yang sesuai dengan setándar yaitu antara lain buku pengayaan yang harus mencapai 1000 eksemplar untuk 3-6 rombongan belajar dan 1500 untuk 7 – 12 rombongan belajar.
Peningkatan sarana prasarana SMP/MTs dilaksanakan dalam bentuk-bentuk kegiatan antara lain;
1. Pemeliharaan Ringan dan Berat Ruang Kelas
2. Peningkatan Ruang Perpustakaan
3. Peningkatan Laboratorium IPA
4. Pengadaan Buku Teks, Panduan, Pengayaan, Referensi dan Sumber Belajar
5. Pengadaan Perabot, Media Pendidikan dan Peralatan Pendidikan IPA dan lain-lain
6. Peningkatan Tempat dan Peralatan Pendidikan Olahraga
E. Peningkatan Prasarana dan Sarana SMA/MA dan SMK/MK
Kebutuhan sarana dan prasarana SMA/MA/SMK/MAK jauh lebih beragam dibandingkan dengan pendidikan dasar, sehingga pemenuhannya akan lebih sulit dan membutuhkan biaya yang lebih tinggi. Prasarana ruang kelas relatif tidak bermasalah lagi tetapi ruang laboratorium, ruang bengkel, keterampilan dan ruang lainnya masih perli ditingkatkan.
Laboratorium umpamanya baru terpenuhi sekitar 55 % terpenuhi sesuai dengan kebutuhan estándar, sehingga ada sekolah tertentu yang masih menggabungkan kegiatan praktik yang seharusnya terpisah atau terpaksa memanfaatkan ruang kelas secara bergantian.
Khusus ruang bengkel dan keterampilan untuk sekolah kejuruan baru terpenuhi sekitar 60 %, itupun dalam kondisi yang hampir 70 % memerlukan pemeliharaan. Sedangkan sarana yang harus dipenuhi antara lain buku yang terdiri dari; buku teks pelajaran, buku panduan pendidik, buku pengayaan, buku referensi dan sumber belajar. Untuk tingkat pendidikan menengah buku pengayaan harus terdiri dari 870 judul/sekolah dengan jumlah eksemplar 1000 untuk 3-6 rombongan belajar dan 1500 untuk 7 -12 rombongan belajar.
Untuk mencapai standar kebutuhan sarana prasarana sekolah menengah, maka dilaksanakan kegiatan-kegiatan antara lain;
1. Pemeliharaan Ringan dan Berat Ruang Kelas
2. Peningkatan Ruang Perpustakaan
3. Peningkatan Laboratorium Bilogi
4. Peningkatan Laboratorium Fisika
5. Peningkatan Laboratorium Kimia
6. Peningkatan Laboratorium Komputer
7. Peningkatan Laboratorium Bahasa
8. Peningkatan Tempat Berolahraga
9. Peningkatan Ruang Praktik, Bengkel dan Keterampilan
10. Pengadaan Buku, Perabot, Media Pendidikan dan Peralatan Pendidikan sesuai kebutuhan matapelajaran dan rpgram keahlian

F. Peningkatan kemampuan manajerial kepala sekolah
Kepemimpinan kepala sekolah merupakan faktor kunci dalam pengelolaan sekolah yang kondusif bagi meningkatnya mutu keluaran dan yang pasti bersentuhan langsung dengan mutu proses. Oleh karena itu kemampuan manajerial kepala sekolah mutlak harus selalu terjaga dan meningkat. Perlu dilaksanak berbagai kegiatan yang sasarannya adalah kepala sekolah dan kinerjanya juga harus selalu dimonitor dan dievaluasi secara obyektif dan berkala.
Berbagai kegiatan yang dapat dilaksanakan dalam rangka peningkatan kemampuan manajerial kepala sekolah antara lain;
1. Pelatihan calon-calon kepala sekolah dari Guru-guru terpilih
2. Seleksi Calon Kepala Sekolah yang telah mengikuti pelatihan
3. Workshop Kepala Sekolah
4. Fasilitasi Kelompok Kerja Kepala Sekolah

G. Peningkatan monitoring, evaluasi dan pengawasan sekolah
Monitoring, evaluasi dan pengawasan merupakan rangkaian manajemen yang harus dilakukan sebagai upaya pengendalian mutu penyelenggaraan suatu lembaga atau organisasi apapun namanya. Namun demikian fungsi ini tidak jarang dilaksanakan hanya sekedar formalitas dan terkadang tidak ditindaklanjuti sebagaimana apa yang direkomendasikan. Hal itu antara lain disebabkan oleh perbedaan kewenangan antara yang memonitor, mengevaluasi dan mengawasi dengan yang berwenang mengambil tindaklanjut terhadap apa yang direkomendasikan berdasarkan kondisi di lapangan.
Namun demikian tetap harus dilaksanakan kegiatan-kegiatan antara laian;
1. Evaluasi Kinerja Kepala Sekolah secara berkala
2. Monitoring dan evaluasi penyelenggaraan KBM

H. Pemberdayaan Komite Sekolah dan Dewan Pendidikan
Komite Sekolah dan Dewan Pendidikan adalah mitra sekolah dan Dinas Pendidikan dalam rangka meningkatkan kinerja sekolah secara umum, terutama dalam peningkatan mutu pendidikan. Komite Sekolah dan Dewan Pendidikan diharapkan mampu memberikan masukan-masukan yang konstruktif terhadap penyelenggaran aktifitas sekolah pada semua level manajemen, termasuk dalam usul pengangkatan atau pemberhentian kepala sekolah bila dipandang perlu.
Dengan demikian Komite Sekolah dan Dewan Pendidikan bukan perpanjangan tangan sekolah atau Dinas Pendidikan dan bukan pula hanya sekedar pendukung kegiatan sekolah dari aspek pendanaan, untuk itu perlu optimalisasi fungsi kelembagaan dengan kegiatan-kegiatan antara lain;
1. Workshop Komite Sekolah
2. Fasilitasi Dewan Pendidikan
I. Peningkatan take home pay Pegawai, Pendidik dan Tenaga Kependidikan
Upaya meningkatkan kesejahteraan pendidik dan tenaga kependidikan tentunya harus dievaluasi apakah memenuhi sasaran atau tidak, bahkan pemberian tunjangan atau uang tambahan lainnya dimasukkan dalam suatu kerangka reward and punishment, sehingga memenuhi aspek-aspek keadilan sekaligus memacu peningkatan kinerja secara nyata.
Beberapa kegiatan dapat dilakukan untuk mendukung program tersebut antara lain;
1. Pengalokasian dana APBD untuk insentif Pegawai dan Guru dijajaran pendidikan
2. Pemberian Tunjangan khusus hasil uji kompetensi lokal

J. Peningkatan Sistem Penghargaan Prestasi akademik dan nonakademik
Prestasi sekecil apapun, akademik dan nonakademik, yang diperoleh baik oleh seorang guru maupun anak. Berbagai wujud penghargaan bukan saja berupa selembar kertas, uang, medali atau piala sebagaimana yang telah terbiasa sekalipun tetapi perlu lebih dikembangkan lagi dalam bentuk lain yang lebih mendorong guru maupun anak. Seperti adanya kemudahan-kemudahan tertentu atau fasilitas lainnya yang lebih bergengsi. Dan penting untuk diperhatikan agar kegiatan-kegiatan dilakukan secara obyektif dan transfaran sehingga tidak menjadi kontra produktif;



Adapun kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan antara lain;
1. Pemilihan Guru dan Pegawai berprestasi
2. Pemberian penghargaan terhadap siswa yang berprestasi akademik dan nonakademik

K. Pembangunan Pangkalpinang Educational Cyber City (PECC)
Pangkalpinang Educational Cyber City (PECC) tidak lain merupakan suatu program yang diharapkan mampu memberikan nilai tambah dalam pendidikan dengan memanfaatkan teknologi informasi komunikasi, khususnya internet, dalam proses pembelajaran di sekolah. Pada saatnya seyogianya semua sekolah dapat terkoneksi dengan suatu jaringan Wide Area Network (WAN) maupun Local Area Network (LAN) yang dikembangkan melalui suatu sistem yang langsung dikoordinir oleh Dinas Pendidikan melalui suatu tim khusus dan memanfaatkan sekolah-sekolah tertentu sebagai Base Terminal Server atau Backbone.
Untuk mewujudkan itu semua diperlukan kegiatan-kegiatan antara lain;
1. Pembangunan Infrastruktur Jaringan WAN dan LAN
2. Pengadaan sarana ICT di semua unit kerja/sekolah
3. Pencanangan PECC

L. Peningkatan kemampuan SDM jajaran pendidikan terhadap bidang teknik komputer dan jaringan.
Pangkalpinang Educational Cyber City (PECC) tidak akan berjalan baik tanpa dukungan kemampuan dan keterampilan SDM. Untuk itu diperlukan suatu kebijakan untuk menempatkan Tenaga Khusus pengelola komputer dan jaringan di masing-masing unit kerja, yang memang mempunyai latar belakang pendidikan yang relevan minimal diploma 3.
Di Kota Pangkalpinang belum banyak tenaga yang lulusan dari komputer dan atau jaringan setara diploma 3 tahun, tetapi Perguruan Tinggi ada yang membuka jurusan dimaksud yang dapat dimanfaatkan sebagai mitra dalam pendidikan maupun pelatihan sebagai mana dimaksudkan.
Untuk itu program tersebut dapat dijabarkan dalam bentuk kegiatan-kegiatan sebagai berikut;
1. Fasilitasi pendidikan diploma Teknik Komputer dan Jaringan
2. Kerjasama dengan PT dalam rangka pendidikan TKJ
3. Magang Mahasiswa TKJ di Sekolah

M. Peningkatan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) berbasis internet (WAN dan LAN)
Untuk menunjang proses pembelajaran yang efektif dan efisien ditengah kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya di bidang komunikasi dan informasi diperlukan terobosan-terobosan. Salah satunya dalam bentuk pemanfaatan internet, WAN dan LAN dalam proses pembelajaran dan untuk itu telah disiapkan infrastrukturnya.
Infrastruktur ICT tidak lengkap tanpa dukungan perngkat lunak termasuk aturan-aturan penggunaan dan tidak kalah pentingnya adalah modul pembelajaran dan kegiatan-kegiatan yang bersifat merangsang anak-anak dan sekolah berkompetisi secara sehat. Maka kegiatan-kegiatan seperti di bawah harus selalu dilaksanakan secara berkesinambungan yaitu;
1. Penyediaan modul lokal bidang studi yang diujikan secara nasional berbasis TIK (ICT).
2. Lomba Web Design antar sekolah
BAB VI
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Secara umum ada 3 (tiga) pilar pembangunan pendidikan yaitu; Peningkatan akses pendidikan, Peningkatan Mutu, Relevansi dan Daya Saing serta Penatakelolaan, Akuntabilitas dan Pencitraan Publik. Tiga pilar ini menjadi rujukan dalam merumuskan kebijakan, program dan kegiatan sesuai dengan tingkat perkembangan pendidikan.
2. Berdasarkan kondisi tingkat perkembangan umum pendidikan di Kota Pangkalpinang saat ini (data pada tahun 2006), maka prioritas program pendidikan atau Rencana Strategis ini hanya fokus pada peningkatan mutu pendidikan.
3. Peningkatan Mutu Pendidikan meliputi input, proses dan output antara lain; mutu pendidik dan tenaga kependidikan, mutu sarana prasarana, pengelolaan sekolah serta evaluasi dan pengawasan. Mutu output lebih merupakan akibat dari mutu input dan proses, sehingga tidak secara khusus dibahas dalam rencana strategis ini.

B. Saran
1. Rencana Strategis merupakan perencanaan dengan skala prioritas untuk jangka waktu 5 (lima) tahun yang masih harus dijabarkan dalam rencana kegiatan tahunan yang lebih bersifat menyesuaikan dengan tingkat capaian dari indikator yang telah ditargetkan. Capaian target harus betul-betul dievaluasi secara cermat, sehingga penetapan kegiatan dan target-target tahun dapat lebih fleksibel disusun.
2. Rencana Strategis perlu direvisi walaupun belum sampai 5 (lima) tahun apabila dibutuhkan, sehubungan dengan terjadinya percepatan pencapaian dari sebagian besar target yang dirumuskan dalam Rencana Strategis.
3. Terhadap target-target yang tidak tercapai dalam kurun waktu satu tahun anggaran, maka harus diakomodir dalam perencanaan kegiatan tahun berikutnya, sehingga tidak mengganggu capaian target lima tahunan dalam Rencana Strategis.



















DAFTAR PUSTAKA


Allison, Michael, dkk, 2005, Perencanaan Strategis bagi Organisasi Nirlaba, Jakarta, Yayasan Obor Indonesia.

Arsyad, Lincolin. 1999. Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi Daerah. Yogyakarta: BPFE.

Bahan-bahan Kuliah “Perencanaan Program Prasarana Pendidikan, Ir. Mardwi Rahdriawan. MT,Ir. Sunarti, MT,.Ir. Rina Kurniati, MT,. MTPWK UNDIP.
Bahan-bahan Kuliah Perencanaan dan Manajemen Pembangunan Pendidikan, Prof. Dr. H. Mungin Eddy Wibowo, M.Pd.,Kons.

Bastian, Indra, 2006, Sistem Perencanaan dan Penganggaran Pemerintahan Daerah di Indonesia, Jakarta, Salemba Empat.

Boediono, Mc. Machon, ”Education, Economic and Social Deveplopment”, 1992.

Friedman, John, ”Planning in The Public Domain: From Knowledge to Action”. New Jersey: Princeton U.P., 1986.

http://www.how-to.com

http://www.perencana pendidikan.org.

Human Development Index, 1999, International Association For The Evaluation of Education Achievment.

Indeks Pembangunan Manusia Indonesia, 2005, Badan Perncanaan Pembangunan Nsional RI, Jakarta

Kuncoro, Mudradajd, 2004, Otonomi dan Pembangunan Daerah, Reformasi, Perencanaan, Strategi dan Peluang, Jakarta, Erlangga.

Materi I Pelatihan Tenaga Perencana Pendidikan, 2002, Biro Perencanaan Setjen Depdiknas, Jakarta

Moekijat. 1980, Kamus Management. Bandung: Penerbit ALUMNI

Nachrowi dkk, Tiga Pilar Pengembangan Wilayah : Sumber Daya Alam, Sumber Daya Manusia, dan Teknologi, BPPT, 2001.

Notoatmodjo, Soekidjo, 1998, Pengembangan Sumber Daya Manusia, Jakarta, Penerbit Rineka Cipta.

Pangkalpinang Dalam Angka 2005, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) dan Badan Pusat Statistik Kota Pangkalpinang, Pangkalpinang.

Pangkalpinang Dalam Angka 2006, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) dan Badan Pusat Statistik Kota Pangkalpinang, Pangkalpinang.

P. Hadi, Sudharto, Dimensi Lingkungan Perencanaan Pembangunan, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 2005

Profil Pendidikan Kota Pangkalpinang 2005-2006, Dinas Pendidikan Kota Pangkalpinang, 2006

Rangkuti, Freddy, 2006, Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis, Reorientasi Konsep Perencanaan Strategis Untuk Menghadapi abad 21, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Kota Pamgkalpinang 2007 - 2026, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Pangkalpinang, 2006.

Rencana Strategis Departemen Pendidikan Nasional Tahun 2005 – 2009, Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta, 2005.

Sa'ud, Makmun, 2006, Perencanaan Pendidikan : Suatu Pendekatan Komprehensif, PT. Remaja Rosdakarya.

Sinulingga D Budi, Pembangunan Kota : Tinjauan Regional dan Lokal, Pustaka Sinar Harapan, 2005.

Tarigan, Robinson, 2005, Perencanaan Pembangunan Wilayah, Jakarta, Bumi Aksara

Undang-undang Republik Indonesia No 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Depdagri, 2004.

Undang-undang Republik Indonesia No 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, BAPPENAS RI, 2005

Usman, Husaini, 2006, Manajemen: Teori, Praktik dan Riset Pendidikan, PT. Bumi Aksara, Jakarta.

Warpani. Sumardjoko, Analisis Kota dan Daerah, ITB, Bandung, 1984


Baca Selengkapnya......

Jumat, 04 Juli 2008

PILKADA TELADAN, MENDAMBA FIGUR “IPK” TINGGI


Tulisan ini terasa patut dikemukakan dan menjadi perhatian sungguh-sungguh sekaligus sebagai dambaan kita semua mengingat, Pertama: Tinggal hitungan minggu di Negeri Serumpun Sebalai yang kita cintai, tapatnya di Kota Pangkalpinang yang dalam banyak aspek menjadi barometer awal citra Babel secara umum, lalu Kabupaten Bangka dan Kabupaten Belitung, akan berlangsung hajatan demokrasi Pilkada. Pilkada di Babel akan menjadi momentum pertaruhan sebagai ujian, masihkah Babel dapat dikenal dan dikenang sebagai negeri yang aman, damai dan tentram, yang dengan keberagaman suku, ras dan agama masyarakatnya dapat hidup membaur dengan kebersamaan, kekeluargaan dan penuh toleransi ?Menjadi pertaruhan masihkah Babel dapat dikenal dan dikenang sebagai daerah tempat berlindung pada saat hampir di semua daerah terjadi kerusuhan dan mencekam ?. Masihkah Babel menjadi daerah pilihan terakhir yang ideal sebagai tempat berlindung dihari tua sampai akhir menutup mata ?. Sehingga mengantarkan Pilkada di Babel dapat menjadi teladan bagi daerah lain, walaupun tentunya untuk keteladanan tidak hanya diukur dari penyelenggaraan Pilkada yang damai.
Kedua: Semangat keteladan yang begitu menggelora di dada para pelopor lahirnya Propinsi Serumpun Sebalai dan segenap masyarakat pada saat awal-awal berdirinya Babel, tentu masih terngiang-ngiang di telinga kita semua dan harus jujur kita akui bahwa sampai saat ini belum mampu kita wujudkan dalam banyak aspek kehidupan. Tidak berlebihan rasanya bila kita berharap nantinya Pilkada dapat menjadi salah satu “asset keteladanan” atau terwujud menjadi salah satu aspek yang membuat kita penuh percaya diri menepuk dada tatkala bertemu dengan saudara-saudara yang dari Maluku Utara, Sulawesi Selatan dan sebagainya.
Ketiga: Menyimak fenomena Pilkada di berbagai daerah beberapa waktu terakhir, khususnya yang paling anyar di Kota Depok, Propinsi Maluku Utara, Sulawesi Selatan dan Kabupaten Purwakarta, miris hati kita. Emosi politik yang meluap berlebihan dari masa pendukung calon cederung membawa konplik yang krusial dan ujungnya anarkis. Pilkada yang idealitanya adalah sarana politik sebagai tonggak awal memacu percepatan kemajuan pembangunan dan peningkatan kesejahteraan rakyat, realitanya hanya menjadi ajang mainan baru elit politik yang memakan ongkos politik, ongkos sosial dan ongkos ekonomi terlalu mahal sehingga justeru menjadi titik balik perkembangan daerah Kekanak-kanakan, amoralis politik, kecurangan dalam pendaftaran pemilih, kecurangan dalam perhitungan suara, ketidaktahuan atau perbedaan dalam memahami dan menyikapi peraturan perundangan dan ketidaklegowoan dalam menerima hasil pilkada, merupakan hal-hal yang terkadang berakumulasi menyebabkan permasalahan seakan membentur tembok. Celakanya, apabila masalah sudah memuncak, calon menyembunyikan diri dan berlagak pilon, seakan tidak pernah terlibat, apalagi mau bertanggung jawab dan menggalangkan badan demi perdamaian dan ketenangan massa. Dan yang lebih merisaukan, seakan tidak ada lagi tempat kemana berlari dan dengan siapa harus mengadu sebagai garansi mutlak keluar dari persoalan, apabila kapabilitas, profesionalisme dan independensi KPUD dan KPU tidak mampu meyakinkan masyarakat. Lebih-lebih lagi apabila ketinggian derajat PT atau keagungan lembaga hukum MA, yang putusannya bersifat final dan mengikat, sudah tidak mampu memberikan logika dan keadilan hukum serta rasa keadilan sosial bagi masyarakat luas.
Padahal hampir setiap Pilkada melahirkan ketidakpuasan yang berujung pada pengajuan keberatan atas hasil Pilkada ke pengadilan mulai dari PT, MA bahkan MK, walaupun hampir semua juga ditolak karena alasan yang sebenarnya jauh dari essensi yang diatur dalam hukum formil dan hukum material Pilkada itu sendiri. Dalam sebuah seminar CSIS bertajuk “Pilkada, Masalah dan Prospek” terungkap dari Pilkada di 173 daerah, hampir setengahnya mengajukan gugatan.

Mungkinkah Babel Damai
Kita boleh saja yakin Babel bukan daerah rawan konplik dan menganggap tidak ada kultur anarkis. Tetapi kita tidak boleh lupa, justeru karena itulah pengrusakan kantor Gubernur yang tidak disangka-sangka terjadi begitu tiba-tiba, sangat cepat dan tak terjegahkan karena tidak diantisipasi sebelumnya, siapa menyangka akan ada pembakaran pemukiman pekerja TI apung bahkan dengan segala perangkat-perangkatnya beberapa waktu lalu. Siapa yang bisa menjamin akan tetap aman dan terkendali atau siapa yang akan menjamin bahwa semua tindakan massa tidak akan keluar dari skenario dan tidak akan ada tindakan spontan dan tidak akan ada penyusupan, di tengah-tengah kerumunan massa yang sedang memuncak ketidak puasannya, apalagi tatkala berhadap-hadapan antar kelompok yang kontra. Untuk itu kita semua, lebih-lebih pemangku kepentingan Pilkada, harus tetap waspada terhadap hal-hal yang berpotensi membawa konplik.
Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas) mengidentifikasi lima sumber konplik yang potensial sehingga harus diwaspadai selama berlangsungnya Pilkada. Pertama, sumber konplik itu terkait masalah etnik dan agama. Konplik seperti ini dapat muncul terutama di wilayah yang sebelumnya telah terjadi ketegangan etnis atau agama, seperti Kalimantan, Sulawesi dan Maluku dan daerah-daerah lain yang proporsi penduduknya secara etnik atau agama berimbang. Di Babel tidak seperti Kalimantan, Sulawesi dan Maluku yang mempunyai riwayat konplik sangat serius, tetapi kalau dilihat dari keberimbangan etnik dan agama, maka Babel boleh dikatakan agak berimbang karena walaupun etnis Melayu dan Agama Islam masih mayoritas tetapi yang lainnya relatif sama porsinya.
Kedua, mobilisasi politik atas nama daerah (putra daerah asli atau pendatang) yang seperti ini berpotensi hampir di semua daerah, termasuk Babel. Di awal otonomi dan terbentuknya Propinsi dan Daerah-daerah Pemekaran di Babel nuansa putra asli daerah (PAD) dan nonPAD begitu kental dan seperti menjadi tuntutan masyarakat yang begitu mengemuka terhadap pengisian posisi-posisi yang dinilai cukup strategis. Strategis dalam hal ini biasanya dilihat dari tupoksi jabatan atau institusi yang banyak berkaitan dengan pengotak-atikan Aparatur dan atau yang sifatnya dapat menjadi pundi-pundi daerah maupun individu oknum alias yang lebih dikenal dengan tempat “basah”, tapi bukan PDAM.
Ketiga, sumber konplik berikutnya adalah premanisme politik dan pemaksaan kehendak, dimana gejala ini begitu mudah kita saksikan pada era proses pembelajaran berdemokrasi yang seperti masih mencar-cari bentuk atau era otonomi yang kebablasan sekarang ini. Di Babel gejala ini sudah sering muncul, walaupun tingkat premanisme dan pemaksaannya boleh dikatakan belum begitu serius.
Keempat, konplik serupa juga dapat terjadi setelah Pilkada, khususnya bagi kandidat yang kalah karena tidak siap menerima kekalahan yang kemudian memprovokasi massa pendukung. Konplik ini juga bisa bersumber dari kampanye negatif antar calon kepala daerah. Dua kali pemilihan Gubernur Babel memberi pelajaran bagi kita bahwa walaupun ada yang kampanye rada negatif, bahkan ada selebaran “catatan dosa” yang sampai sekarang masih bermasalah dan ada juga pro kontra hasil perhitungan dan pendaftaran calon yang bahkan sampai pada gugatan ke pengadilan, tetapi Babel, dalam hal ini calon Gubernur dan para pendukungnya masih menunjukkan sikap elegant, sehingga tidak menimbulkan konplik yang krusial dengan melibatkan pengerahan-pengerahan masa secara brutal. Contoh ini kita harapkan menjadi pelajaran berharga dalam proses berdemokrasi yang baik dan benar di Bumi Serumpun Sebalai yang kita cintai.
Kelima adalah konplik yang bersumber dari manipulasi perhitungan suara dan terakhir adalah konplik yang bersumber dari perbedaan penafsiran terhadap aturan main yakni UU N0 32/2004 dan PP N0. 6/2005. Manipulasi lain perlu juga diwaspadai karena sebenarnya dapat terjadi pada tahap lebih awal sejak pendaftaran calon pemilih, namun yang seperti ini gampang ketahuan apabila masyarakat jeli memperhatikan dan mengikuti tahapan-tahapan Pilkada minimal sejak pengumuman daftar sementara calon pemilih dan perlu sosialisasi aturan main secara intensif dan luas.
Dengan demikian Potensial konplik di Babel bila dilihat secara kualitatif dengan tingkatan rendah, sedang dan tinggi, maka boleh dikatakan pada level rendah sampai sedang. Namun demikian tetap harus dikelola dengan sebaik-baiknya antara lain agar pemangku kepentingan (stakeholder) Pilkada, khususnya KPUD, Panwas, Elit Parpol, dan Kandidat betul-betul berusaha memahami dan memberi paham kepada masyarakat seluas-luasnya serta menjunjung tinggi aturan main. Antar pemangku kepentingan, perlu mempunyai kesamaan pemahaman dan penafsiran aturan-aturan umum sampai pada hal-hal yang bersifat lebih teknis, lalu duduk bersama dan membuat konsensus untuk konsekuen dan konsisten mewujudkan Pilkada yang damai dan jujur. Tidak kalah pentingnya agar Elit Parpol dan Kandidat atau bahkan semua pihak, khususnya kalangan masyarakat terdidik dapat memberikan pembelajaran politik kepada konstituen dan massa pendukung atau masyarakat luas dengan prinsip-prinsip taat azas dan integritas moral yang tinggi dalam berdemokrasi. Hanya dengan seperti inilah Pilkada di Babel bukan saja dimungkinkan tapi dapat dipastikan akan berlangsung dengan damai. Tetapi pertanyaan berikutnya, cukupkah hanya dengan damai ?
Pilihan Cerdas “IPK” Tinggi
Masih bisa diperdebatkan apa yang dimaksud dan apa indikator Pilkada dapat diteladani ?. Namun yang jelas idealnya tidak cukup hanya berlangsung dengan damai melainkan sampai pada kematangan masyarakat menentukan pilihan calon yang tepat, yang terbaik diantara yang baik atau yang memiliki “IPK”, yaitu: Indeks Prestasi Kumulatif yang terdiri dari unsur-unsur; Integritas pribadi, Pendidikan dan pengalaman serta Kepedulian sosial tertinggi. Disinilah makin pentingnya pembelajaran politik yang komplit dengan prinsip-prinsip demokrasi yang baik dan benar.
Unsur-unsur I, P dan K tersebut harus menjadi perhatian, pertimbangan dan alat ukur Elit-ellit Parpol dan Kandidat sendiri mulai dari tahap penjaringan, pendaftaran sampai pada penetapan calon dan bagi masyarakat pemilih semuanya, sampai pada menentukan pilihan. Mengapa “IPK” begitu penting ?. Menjadi Kepala Daerah memerlukan mentalitas, akhlaq dan moral yang kuat, tinggi dan terpuji, tahan uji, konsekuen dan konsisten. Ini tidak gampang dan dalam banyak kasus kita justeru krisis kepemimpinan dalam hal integritas pribadi. Apalagi di dunia politik yang semua dapat berubah dengan sangat gampang hanya dalam hitungan detik, lawan dan kawan terkadang tidak jelas sama halnya tidak jelas antara taktik atau munafik.
Mencari pemimpin yang berpendidikan formal memadai, tidak sulit saat ini dan sudah lumrah menjadi pertimbangan penting sama halnya dengan pengalaman. Namun pengalaman perlu dirinci secara lebih detail mulai dengan pengalaman di bidang pemerintahan, yang seyogianya memperoleh bobot lebih tinggi, karena menjadi Kepala Daerah bukan untuk coba-coba dan tidak mempunyai waktu panjang untuk beradaptasi, mencari pengalaman dan belajar memimpin. Oleh karena itu pengalaman dalam hal ini, minimal pengalaman memimpin dalam suatu lembaga setingkat Kabupaten/Kota.
Kepedulian sosial seorang pemimpin level apapun amat penting dipertimbangkan, mengingat ada orang banyak yang dihadapi yang harus dipedulikan dengan penuh ketulusan. Dalam konteks Kepala Daerah yang dipimpin adalah rakyat yang terdiri dari masyarakat dimana sebagian besarnya berada pada kelompok menengah bawah. Dan perlu diingat, jangan terkecoh dengan tampilan figur dalam 1 sampai 3 bulan menjelang Pilkada saja, karena itu sama dengan masa pacaran yang semuanya bagus-bagus, manis-manis, tapi tidak jarang bukan watak aslinya.
Oleh karena itu, untuk menentukan pilihan yang tepat secara lebih obyektif, kumpulkan data dan informasi secara lengkap dan akurat tentang track record setiap calon dalam berbagai sisi kehidupannya bermasyarakat, berbangsa dan bernegara sesuai dengan unsur-unsur “IPK” di atas. Lalu beri nilai masing-masing unsur dengan terlebih dahulu beri bobot. Bobot dilihat bukan hanya dari tingkat kepentingannya, tetapi juga dari tingkat kesulitan dalam pemenuhannya, sehingga I dapat diberi bobot = 5, P = 3 dan K = 2. Apabila masing-masing nilai dikali bobot didapatlah skor masing-masing unsur, lalu dijumlah, maka dapatlah jumlah skor total atau nilai “IPK”. Siapa figur yang mempunyai “IPK” tertinggi itulah yang dipilih.
Menghitung “IPK” bukan hanya bagi pemilih, tetapi Elit-elit Parpol dan yang akan dipilihpun harus menghitung-hitung juga berapa “IPK” yang dimiliki, sehingga ada ukuran diri untuk tau diri. Dan kalau merasa “IPK” yang dimiliki rendah jangan terlalu memaksakan diri umpama dengan mengajukan calon harus dari internal partai atau memaksakan diri harus maju dan sebagainya. Dan terpenting harus jiwa besar, terhadap apapun yang terjadi, kalau ada figur lain yang jelas-jelas “IPK” tinggi.
Pada kahirnya ingin saya tegaskan, bahwa tulisan ini tidak mempunyai pretensi apa-apa, selain sebagai bagian dari proses pembelajaran politik khususnya dan berdemokrasi pada umumnya yang bermuara pada terselenggaranya Pilkada di Babel secara aman, damai dan jujur serta melahirkan Kepala Daerah yang terbaik. Dan pada akhirnya Pilkada di Babel dapat menjadi teladan berdemokrasi bagi daerah lain, sebagai bagian integral dengan semangat kita menjadikan Kepulauan Bangka Belitung, Negeri Serumpum Sebalai sebagai propinsi teladan. Amin Ya Rabbal Alamin.

Oleh: Sarbini
o Mantan Ketua Umum HMI Cabang Palembang
o Mahasiswa Pasca Sarjana MPWK UNDIP

Catatan: Dimuat di harian pagi “Babelpos” edisi 3 dan 4 Juli 2007

Baca Selengkapnya......