Selasa, 01 Juli 2008

ICT Pendidikan Kota Pangkalpinang


Sekitar 20-an tahun yang lampau istilah the third wave ( Gelombang Ketiga) begitu popular ditelinga kita. Adalah Futurolog terkemuka AS, Alvin Toffler yang mempopulerkannya dan menyatakan bahwa kunci gelombang ketiga adalah hadirnya Zaman Informasi yang mengglobal. Pada zaman ini, ide-ide yang bagus seketika dapat menjadi usang, penemuan-penemuan baru dalam sekejap sudah diserap dan ditiru di belahan dunia lain berkat aliran informasi (flow of information) yang begitu deras.
Masyarakat dunia akan terbagi menjadi dua yaitu pertama; masyarakat cepat yaitu masyarakat yang tangkas menyerap informasi, mendistribusikannya dengan tepat dan mengambil keuntungan dari informasi tersebut. Sedangkan yang kedua adalah kebalikannya yaitu masyarakat yang lambat yang lambat dalam menyerap informasi serta kurang cermat dalam mendistribusikan dan mengambil manfaatnya.
Dalam suatu kesempatan ceramahnya tentang ”tantangan gelombang ketiga atas dunia ketiga” pada tahun 1988 di Jakarta, Toffler selanjutnya secara tegas menyatakan perlunya kemampuan adaptasi dan penguasaan teknologi informasi yang piawai, perlunya manusia-manusia Indonesia yang tangguh, yang memahami ilmu pengetahun dan mampu berkomunikasi dengan baik. Tanpa itu, maka Indonesia sulit beradaptasi dengan perubahan yang makin cepat.
Kendati apa yang dikemukakan itu pada 20-an tahun silam dan rada teoritis, tetapi fakta saat ini seakan makin memperkuat kebenaran pernyataan-pernyataan Toffler. Kita lihat saja umpamanya perkembangan telepon seluler yang kini bukan hanya audio tetapi juga video, data dan bentuk informasi lainnya serta penggunaan ke depan yang kian tanpa batas. Bahkan tidak lama lagi di atas pesawat sekalipun yang kini masih terlarang menggunakan hp dan sangat membahayakan, maka dengan teknologi komunikasi dan informasi yang baru penumpang pesawat terbang tidak perlu lagi merasa terganggu karena harus mematikan hp pada saat penerbangan. Atau perkembangan fitur-fitur hp yang sangat cepat dan bervariasi, tidak terkecuali internet, hanyalah contoh sederhana yang menunjukkan betapa cepat perkembangan teknologi komunikasi dan informasi dan betapa komunikasi dan informasi sudah seperti kebutuhan pokok dalam beraktifitas di semua aspek kehidupan bagi hampir semua lapisan masyarakat.

Ilustrasi yang lain, kita mungkin merasa iri bila di beberapa kota di tanah air terlihat anak-anak usia remaja sambil duduk-duduk santai di pinggir-pinggir jalan, pojok-pojok di bawah pepohonan, di sekitar sekolah apalagi kampus perguruan tinggi, sendiri, berdua atau berkelompok masing-masing asyik berjam-jam dengan lap top berinternetria atau bahkan warung kopi dipojokan yang cukup sederhana sudah mampu menyediakan layanan internet secara gratis untuk umum. Apatah lagi di lokasi-lokasi elit seperti bandara, stasiun, perpustakaan umum, atau layanan jasa pada ummnya yang memungkinkan pelanggang harus antri menunggu. Kita juga melihat bagaimana praktis, efektif dan efisien serta transparannya di suatu daerah tatkala mau masuk sekolah hanya dengan buka komputer lalu daftar dan tau perkembangan posisinya dan sekejap juga dapat tau situasi pendaftaran di semua sekolah dan akhirnya mudah diketahui peluang masing-maasing untuk diterima atau tidak, dengan adanya program Penerimaan Siswa Baru (PSB) secara on line.
Lalu bagaimana di Pangkalpinang, apa kita ingin tetap selalu ketinggalan ? Tentu tidak. Kita tidak ingin menjadi masyarakat yang tertinggal atau masyarakat lambat. Dan untuk itu perlu ada akselerasi, kalau tidak, pasti kita akan tergolong masyarakat kelompok kedua, sebagaimana yang diingatkan Toffler, yaitu tidak piawai dalam menyerap informasi serta tidak cermat dalam mendistribusikan dan tidak pandai mengambil manfaatnya. Kita tentu tidak ingin demikian, maka kita harus memperkenalkan dan membekali anak-anak bangsa dengan ilmu pengetahuan dan keterampilan dalam bidang ICT dan pada akhirnya diharapkan piawai dalam memanfaatkannya dalam semua aspek kehidupan, khususnya dalam pendidikan atau proses pembelajaran di bangku sekolah apalagi kuliah, sebagai basis pengembangan pada aspek-aspek kehidupan lainnya.
Sebenarnya di dunia pendidikan kita pemanfaatan teknologi komunikasi dan informasi (ICT), khususnya Interconection Networking (internet) yaitu jaringan komputer internasional dan mendunia atau World Wide Web (WWW), Wide Area Network (WAN) yaitu jaringan komputer antar wilayah yang melampaui batas geografis tertentu, maupun Local Area Network (LAN) yaitu jaringan komputer terbatas dalam suatu tempat tertentu, saat inipun relatif tertinggal dibandingkan dengan dunia bisnis atau negara-negara lain. Mengapa demikian ? Karena kita selama ini menganggap ICT merupakan investasi yang mahal dan ada masalah lain yang lebih mendesak untuk diprioritaskan. Padahal yang mahal itu lebih pada pembangunan infrastruktur awal dan sebenarnya pengembangannya dapat dan tetap harus paralel dengan masalah prioritas lainnya. Dan mahal itu kalau ditinjau secara parsial tanpa menghitung-hitung aspek lain yang bisa dihemat dengan adanya ICT.
Lalu kalau kita mengembangkan ICT Pendidikan di Kota Pangkalpinang, Apakah hanya ikut-ikutan, atau gengsi-gengsian saja atau sekedar takut ketinggalan atau ”taipauw”, tanpa suatu manfaat yang jelas atau tidak bersentuhan langsung dengan mutu pendidikan ? Dan bukan suatu kebutuhan ? Lalu prioritas lainnya menjadi terabaikan ?

Manfaat ICT dalam Proses Pembelajaran
Pertanyaan-pertanyaan di atas yang sering kali dikemukakan oleh berbagai kalangan sebenarnya akan terjawab dengan adanya manfaat-manfaat ICT dan berbagai kebijakan dan program yang akan dikembangkan. Adapun manfaat tersebut antara lain;
§ Layanan data dan informasi tentang kependidikan menjadi integral, interaktif, lengkap, akurat, mudah dan cepat didapat.
§ Menciptakan budaya transparan dan akuntabel, karena semua data dan informasi yang berkaitan dengan kebijakan, program dan kegiatan kependidikan dapat diakses oleh siapa saja dan kapan saja dengan mudah.
§ Media promosi pendidikan yang handal. Promosi dapat dibuat secara lengkap dan apa yang ditampilkan tidak hanya dapat diakses, tapi juga dicopy file (download) dan diprint-out oleh masyarakat luas.
§ Meningkatkan komunikasi dan interaksi baik secara lokal maupun internasional. Dengan komunikasi secara interaktif apalagi yang kreatif dan mampu berbahasa asing akan mendapat banyak relasi dari berbagai belahan dunia yang bukan saja memperoleh ilmu pengetahuan yang multi disiplin tetapi juga sahabat (bahkan jodoh) dari berbagai suku, agama dan ras. Seorang guru yang sedang bertugas ke luar daerah, atau di luar jam tatap muka di sekolah, masih tetap bisa mengajar atau memberi tugas-tugas dan memberi kesempatan bertanya-jawab, diskusi secara langsung dengan peserta didik.
§ Dapat mengakses bahan belajar dari seluruh dunia. Banyak situs dalam dan luar negeri yang menampilkan bahan-bahan belajar yang beraneka ragam bentuk dan sub stansi dan gaya penulisan ataupun pembahasan soal-soal dan sebagainya yang sangat gampang diakses sesuai kebutuhan.
§ Meningkatkan efisiensi dari berbagai kegiatan pendidikan. Mungkin masih banyak yang menyangsikan bahwa ICT masih tergolong mahal dan jauh dari efisien, dari itu penulis ingin lebih stressing pada efisiensi ini.
Kalau saja kita melihatnya secara utuh dan menyeluruh dalam suatu akumulasi terpadu, maka jelas akan selalu ditemukan efisiensi yang signifikan dalam berbagai aktifitas kependidikan.
Sebagai contoh, semua sepakat bahwa buku adalah salah satu faktor kunci peningkatan mutu dan keberhasilan pendidikan dan rasio buku dengan anak untuk setiap mata pelajaran idealnya 1 : 1 tetapi saat ini rata-rata baru 1 : 1,2 sampai 1 : 6,2, mengapa demikian ? Tidak lain karena mahal. Karena itu Pusat Perbukuan Depdiknas akan membeli hak cipta dari penulis buku teks pelajaran dan akan menampilkan naskahnya dalam web site dan jadilah buku elektronik yang sangat praktis dan mudah didapat serta hemat dan jauh lebih efisien dibandingkan dengan buku cetakan yang rata-rata harganya Rp 20.000,-, kendatipun harus diprint-out. Siswa di Kota Pangkalpinang berjumlah 38.760 orang, kalau harus membeli 6 pelajaran maka diperlukan anggaran Rp 4.65 M. Tidak jarang buku teks dibuat per semester, maka 1 tahun diperlukan biaya pengadaan buku pokok sebesar Rp 9.3 Milyar. Sedangkan biaya untuk opersional, pemeliharaan, sewa bandwidth dan lain-lain secara keseluruhan tidak sampai Rp 0.5 M.
Ujian yang karena mahalnya terpaksa harus ditopang dengan pendanaan dari berbagai sumber dan melibatkan begitu banyak pihak dalam pelaksanaannya, jauh lebih murah, lebih mudah, lebih terjaga kerahasiaannya dan tidak perlu banyak pihak dan dapat dipertanggungjawabkan, apabila dilaksanakan secara on line.
Contoh lain; undangan pertemuan, pengumuman ke sekolah-sekolah, surat edaran dan sebagainya yang rata-rata per minggunya ada 4 jenis, bayangkan efisiensinya dari yang seharusnya difotokopy lalu diantar ke seluruh sekolah dengan hanya mengirimnya melalui email atau cukup di umumkan dalam sistus Dinas Pendidikan.
Perlu juga diingat bahwa adanya persaingan dan makin berkembangnya ICT, ke depan baik infrastruktur, pemeliharaan maupun jasa berlangganan dari provider cenderung akan makin murah.

Pangkalpinang Educational Cyber City (PECC)
PECC yang telah dicanangkan oleh Walikota Pangkalpinang bersama Menteri Pendidikan Nasional RI bertepatan dengan setengah Abad Kota Pangkalpinang beberapa waktu yang lalu adalah cikal bakal menjadi Pangkalpinang Cyber City (PCC), apalagi Bapak Walikota menjadi salah satu dari tidak sampai 10 Walikota di Indonesia yang ikut mempelopori lahirnya City Net. Pangkalpinang telah betul-betul go internasional.
ICT Pendidikan Kota Pangkalpinang sebenarnya baru tahap menuntaskan pembangunan infra struktur dengan segera terkoneksinya semua sekolah dan berbagai satuan kerja Pemerintahan Daerah dan dari Unsur Masyarakat.
Saat ini dan ke depan terus akan dikembangkan content antara lain; internet, WAN, LAN, VOIP dan Hotspot Wireless, E-learning, Modul lokal, Absensi sidik jari dan lain-lain. Dalam rangka pengembangan menuju PECC akan ditambah bandwidth sehingga total kapasitas bandwith ICT mencapai 2 MB lebih, disamping memperkuat infrastruktur jaringan di Dinas Pendidikan sendiri, ICT Center (SMKN 2) maupun di backbone (SMA Negeri 1, SMA Negeri 2, SMA Negeri 4) sehingga kinerja jaringan akan semakin baik.
Itu berarti ke depan akses internet secara gratis tidak hanya dapat dinikmati oleh komunitas pendidikan saja, tetapi dikawasan sekitar satuan pendidikan atau wilayah-wilayah keramaian tertentu, umpama sekitar Taman Sari dan Lapangan Merdeka, dengan batas radius 500-an meter dapat dinikmati masyarakat umum dengan menggunakan Wireless Access Point (Hotspot) yang dipasang di daerah tersebut.
Perlu digarisbawahi bahwa Infrastruktur dan content ICT yang telah, sedang dan akan dibangun dan dikembangkan, tidak akan menyebabkan terabaikannya prioritas program kependidikan yang lebih mendasar lainnya bahkan akan saling menunjang.dan terpadu. Alokasi anggaran yang dinilai cukup besar untuk ICT sebenarnya hanya sekitar 2 % dari seluruh alokasi anggaran untuk pendidikan di luar gaji.

Optimalisasi Pemanfaatan
Dalam rangka optimalisasi pemanfaatan diperlukan adanya 3 M yaitu Machine , Man dan Mind. ICT Pendidikan Kota Pangkalpinang sebenarnya baru pada tahap pengembangan infrastruktur untuk koneksi seluruh satuan pendidikan negeri dan swasta di semua jenjang pendidikan bahkan secara bertahap di semua satuan kerja di lingkungan pemerintahan kota maka machine – teknologi sudah tersedia dan tinggal pemeliharaan dan peningkatan sebagaimana diuraikan terdahulu.
Man dapat berupa organisasi, kebijakan, standar, pendidikan dan pelatihan (pemberdayaan SDM). Secara organisastoris dan komitmen yang cukup kuat dari Pemerintah dan Pemerintah Daerah, serta jalinan kerjasama yang baik dengan provider. Apalagi didukung oleh upaya pemberdayaan dan penyiapan SDM dengan antara lain adanya program Diploma 3 tahun Teknik Komputer dan Jaringan serta pelatihan-pelatihan dan program magang untuk petugas pengelola ICT, maka sampai disini prasyarat optimalisasi pemanfaatan telah disiapkan. Tetapi semua itu tidak cukup menjamin, karena pada akhirnya masih sangat tergantung pada prasyarat ke 3 yaitu mind.
Teknologi bukan berarti segala-galanya, masih tetap tergantung Mind, sikap mental atau mentalitas, pola pikir, budaya manusianya, baik sebagai pengelola atau penanggung jawab maupun pengguna. Pengelola atau Penanggung Jawab atau siapapun yang terlibat, harus menyadari bahwa apa yang sudah ada harus dipelihara dengan sebaik-baiknya dengan rasa pemilikan dan tanggung jawab yang tinggi. Tidak bersikap sebaliknya; mau rusak-rusaklah, punya saya juga bukan, punya pemerintah yang ada anggaran untuk pemeliharaan dan perbaikan. Dan apa yang dilakukan harus disikapi sebagai bagian dari pengabdian dan pelayanan kepentingan umum dan bagian dari upaya mencerdaskan kehidupan bangsa. Bukan dalam rangka kepentingan sendiri dan tidak harus dalam setiap tindakan ada imbalan kebendaan atau finansial, apalagi disalahgunakan untuk kepentingan bisnis terselubung.
Materi apa yang dapat diakses yang ditampilkan berbagai situs dalam dan luar negeri sebenarnya hampir tanpa batas, sehingga pengguna harus betul-betul dewasa dalam memilah-milah apa yang diperlukan dalam kerangka studi. Banyak hal yang kalau tidak dikontrol justeru akan menyebabkan kontra produktif atau bahkan merusak perkembangan. Apalagi anak-anak yang masih belia, yang belum punya konsep, masih mencari jati diri, dan cenderung tidak memiliki prinsip yang mantap, maka diperlukan pengawasan yang ketat dari para pendidik dan tenaga kependidikan umumnya dan khsusunya petugas ICT di sekolah dan perlu dukungan Orang tua/Wali di luar jam sekolah yang note benenya lebih banyak.
Apabila kita tidak mau ICT yang dibangun dan dikembangkan dengan biaya yang tidak kecil, hanya sia-sia, apabila kita tidak ingin apa yang sering disinyalir berbagai kalangan, termasuk anggota DPRD Kota Pangkalpinang bahwa ICT proyek mercu suar yang tidak mengakar di bawah dan tidak akan menjawab persoalan mendasar peningkatan mutu pendidikan, akan menjadi kenyataan, maka perlu ada perubahan mentalitas, pola pikir dan budaya dari semua pihak.
Apabila Machine, Man dan Mind telah kondusif, maka secara jujur juga perlu disadari bahwa sekian tahun ke depan baru akan kelihatan atau dapat diteliti secara cermat apa hasil, manfaat dan dampak eksistensi ICT, termasuk terhadap peningkatan mutu pendidikan secara umum. Dengan kata lain tidak adil atau terlalu dini apabila eksistensi ICT saat ini yang baru saja mau tumbuh dan berkembang telah dipertanyakan. Namun demikian semua itu harus dilihat sebagai sesuatu yang positif, warning agar semua pihak yang ikut bertanggungjawab terhadap keberadaan, keberlangsungan dan kemanfaatan ICT lebih berhati-hati dan memiliki rasa tanggung jawab moral yang tinggi sehingga ICT dapat mencapai sasaran sebagaimana yang diharapkan, Semoga.

)* Kepala Bidang Perencanaan Dinas Pendidikan Kota Pangkalpinang
Ketua Tim Pengembangan ICT Kota Pangkalpinang.

)**Tulisan ini telah dimuat di
Surat Kabar Harian Kebanggaan Masyarakat Bangka Belitung ”Babel Pos” selama 2 Edisi yaitu tgl 3 dan 4 Juli 2007.
Majalah Berita Investigasi ”ROTASI” 2 Edisi masing-masing No 91 TH.9 Edisi Juli -Agustus 2007 dan No 92 TH 9 Edisi Agustus - September 2007.

Tidak ada komentar: